Thursday 1 December 2016

Sejarah Bani Abbasiyah

    A.    Bani Abbasiyah

     1.      Periodesasi  Masa Abbasiyah
Menurut Guru Besar Ilmu Sejarah dari Universitas Mesir (Egyptian University) membagi kedalam lima masa :
      a.       Masa kuat-kuasa dan bekerja membangun (132-232 H)
      b.      Masa berkuuasanya panglima-panglima Turki (232-334 H)
      c.       Masa berkuasanya Bani Buyah (buwayhid), (334-447 H)
      d.      Masa berkuasanya Bani Saljuk (Seljukiyak), (447-530H.
    e.      Masa gwrak balik kekuasaan politik kholifah-kholifah Abbasiyah dengan merajalelanya para panglima perang (530-656 H)
  
   Menurut B.G. Stryzewki membagi masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah menjadi lima periode, yaitu :
    a.       Periode pertama (132 H/750 M. – 232 H./847 M.), disebut periode pengaruh  Persia pertama,
b.  Periode kedua (232 H./847 M. – 334 H./945 M.), disebut periode pengaruh Turki  pertama,
c.   Periode ketiga (334 H./945 M. – 447 H./1105 M.), periode ini disebut dengan pengaruh Persia kedua
d.    Periode keempat (447 H./1105 M. -  590 H./ 1195 M.), periode ini biasa disebut masa pengaruh Turki kedua
e.    Periode kelima (590 H./1194 M. – 656 H./1258M.) masa kholifah bebas dari pengaruh pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di Baghdad.


Periodesasi tersebut dijelaskan sebagai berikut :
a.       Periode pertama (132 H/750 M. – 232 H./847 M.), disebut periode pengaruh  Persia pertama
Disebut pengaruh Persia pertama yaitu berlajut dari kekuassaan kholifah pertama Abu Abbas Assaffah tahun 750 M. = 132 H sampai holifah ke 9 (al Wastsiq) yahun 847 M =232 H.  Abu Abbass Assaffah dan Abu Ja’far al Manshur kholifah pertama dan kedua disebut sebagai peletak pondasi yang kuat.
Kholifah Harun Al-Rasyid, kholifah ke 5 menbangun peradaban ilmu pengetahuan dengan menyediakan berbagai fasilitas pendidikan bagi masyarakat luas, mahasiswa, ulama atau para pecinta ilmu pengetahuan. Harun al-Rasyid membangun lembaga-lembaga pendidikan seperti khuttab, madrasah dan perguruan tinggi seperti universitas Nizamiyah, Universita Naisabur dan lain sebagainya.
Fase ini disebut dengan pengaruh Persia karena beberapa kholifah yang berkuasa berkebangsaan Persia, seperti Al-Amin dan al-Ma’mun putra dari Harun al-Rasyid ibunya orang Persia dan beberapa kholifah lainnya.

b.      Periode kedua (232 H./847 M. – 334 H./945 M.), disebut periode pengaruh Turki  pertama
Fase ini dimulai dari kholifah kesepuluh al Mutawakkil. Pada fase ini perkembangan peradapan masih bisa berkembang, akan tetapi tidak sepesat seperti fase sebelumnya. Peradapan ilmu dan peradapan lainnya, masih teta berjalan baik. Baru pada akhir abad ke-9 pada saat terjadi disintegrasi atau pecahnya kekuasaan Islam menjadi wilayah-wilayah kecil  yang lepas dan merdeka dari pemerintahan Abbasiyah, pada waktu itu proses pengembangan peradapan mulai menurun. Dalam hitungan para pakar sejarah, masa ini banyak masuk dalam mas kejayaan peradapan Islam. Fase ini banyak pembesar istana banyak berasal dari angsa Turki, terutama yang bekerja sebagai pengawal istana dan pengawal kholifah.

c.       Periode ketiga (334 H./945 M. – 447 H./1105 M.), periode ini disebut dengan pengaruh Persia kedua
Fase ini dikenal dengan masa disintegrasi di kekuasaan Dinasti Abbasiyah dan Muluk Tawaif di Dinasti Umayyah II Andalusia. Wilayah-wilayah jauh Abbasiyah seperti di Afrika Utara, dan India minta merdeka dari Abbasiyah.pada fase ini perkembangan ilmu masih berjalan meskipun sudah menurun. Mahasiswa dari Eropa masih tetap belajar di pusat-pusat peradapan Islam, baik di Baghdad maupun Andalusia masih diramaikan dengan kegiatan belajar mengajar.

d.      Periode keempat (447 H./1105 M. -  590 H./ 1195 M.), periode ini biasa disebut masa pengaruh Turki kedua
Kegiatan ilmu pengetahuan masih beejalan seperti yang dikebangkan oleh Bani Abbasiyah dan Umayyah di Andalusia, meskipun bersifat konservatif atau berjalan di tempat. Di wilayah Islam seperti Mesir telah berkobr Perang Salib menghadapi kaum Nasrani yang berlangsung selama 2 abad.

e.       Periode kelima (590 H./1194 M. – 656 H./1258M.) masa kholifah bebas dari pengaruh pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di Baghdad.
Setelah terjadi disintegrasi dan perang Salib di wilayah Islam, maka kekuasaan Islam Abbasiyah di Baghdad maupun kekuasaan Umayyah II di Andalusia semakin menurun. Bahkan pada tahun 1258 M Abbasiyah diserang dan dibombartir oleh kekuasaan Mongol dengan membakaar sekian ilmu pengetahuan serta membakar mati para ilmuwan Islam Abbasiyah dengan cara membakar perpustakaan, sekolah-sekolah serta  fasilitas-fasilitas umum. Selain itu, pusat peradapan Islam yang ada di wilayah Andalusia diserang dan dihancurkan oleh dua kerajaan Nasrani Aragon dan Castelia.kondisi peradapan Islam di Baghdad pada saat itu hancur lebur, dua sungai besar yang membelah kota Baghdad :Tigris dan Eufrat hitam beberapa bulan lantaran dibuangnya abu pembakaran peradap itu ke dua sungai tersebut.[1]

2.      Pendirian Bani Abbasiyah (750-857 M. – 132-232 H.)
Lahirnya Bani Abbasiyah tahun 750 M., adalah peran besar dari keturuna Hasyim yang bernama Abu Abbas. Nama Abbasiyah yang dipakai untuk nama bani ini adalah diambil dari nama bapak pendiri Abbasiyah yaitu Abbas bin Abdul Muthallib paman Nabi Muhammad SAW. Proses lahirnya Abbasiyah dimulai dari kemenangan Abu Abbas Assafah dalam sebuah perang terbuka (al-Zab) melawan kholifah Bani Umayyah yang terakhir yaitu Marwan Bin Muhammad. Abu Abbas diberi gelar Assaffah karena dia pemberani dan dia mampu memainkan mata pedagangnya kepada lawan politiknya. Semua lawan politiknya diperangi dan dikejar-kejar , diusir keluar dari wilayah kekuasaan Abbasiyah yang baru direbut dari Bani Umayyah  1.[2] 
Dari 750 M. hingga 1258 M., penerus Abu al Abbas memegang pemerintahan, meskipun mereka tidak selalu berkuasa. Orang Abbasiyah mengklaim dirinya sebagai pengususng konsep sejati kekhalifahan, yaitu gagasan Negara teokrasi, yang menggantikan pemerintahaan sekuler  (mulk) Dinasti Umayyah.[3]
Masa kejayaan Abbasiyah terletak pada kholifah setelah Assaffah. Abu Abbas Assaffah sebagai pendiri Bani Abbasiyah masa kepemimpinannya sangat singkat, hanya 4 tahun beliau memerintah, akan tetapi mampu menciptakan suasana dan kondisi Abbasiyah yang steril dari keturuna Bani Umayyah sebagai lawan politik yang baru dikalahkan dan dikuasainya. Sikap tegas dan berani yang ditunjukkan oleh kholifah Abu Abbas Assaffah ketika membuat kebijakan pada saat berdirinya Bani Abbasiyah dengan berani memberantas semua keturunan Umayyah dari wilayah yang dikuasainya. Dampak dari kebijakan tersebut dapat dilihat dari suasana pusat wilayah Abbasiyah yang baru menjadi kondusif dan perkembangan peradaban dapat oleh kholifah Abu Abbas assaffah.[4]
Dinasti Abbasiyah, mencapai masa kejayaan politik dan intelektual mereka segera setelah didirikan. Kekhalifahan Baghdad yang didirikan oleh assaffah dan Al-Manshur mencapai masa keemasannya antara masa kholifah ketiga, al Mahdi ddan kholifah ke Sembilan al Watsiq dan lebih khusus lagi pada masa Harun al Rasyid dan anaknya, al Ma’mun. karena kehebatan dua kholifah itulah, Dinasti Abbasiyah memiliki kean baik dalam ingatan public, dan menjadi dinasti paling paling terkenal dalam sejarah islam.[5]


3.      Kemajuan Masa Abbasiyah
Masa ini adalah masa keemasan atau massa kejayaan umat Islam sebagai pusat dunia dalam berbagai aspek peradapan. Kemajuan tersebut meliputi:
a.       Administrasi pemerintahan dengan biro-bironya
         Dalam menjalankan sistem teknis pemerintahan, Dinasti abbasiyah memilii kantor pengawas (dewan az-zimani) yang pertama kali diperkenalkan oleh AlMahdi, dewan korespondensi  atau kantor arsip (dewan at taqwi) yang menangani semua surat resmi, dokumen politik serta instruksi dan ketetapan kholifah, dewan penyidik keluhan, departemen kepolisian, dan pos. dewan penyidik keluhan (dewan an-nazhar fi al-mazhalini) adalah sejenis pengadilan tingkat banding, atau pengadilan tinggi untuk menangani kasus-kasus yang duputuskan secara keliru pada departemen administrasi dan politik.

b.      Sistem organisasi militer
Sistem militer terorganisasi dengan baik, berdisiplin tinggi, serta mendapat pelatihan dan pengajaran secara reguler. Pasukan pengawal kholifah (hams) mungkin merupakan satu-satunya pasukan tetap yang  masing-masing mengepalai sekelomok pasukan. Selain mereka, ada juga pasukan bayaran dan sukarelawan, serta sejumlah pasukan dari berbagai suku dan distrik. Pasukan tetap (jund)  yang bertugas aktif disebut murtaziqah (pasukan yang dibayar secara berkala oleh pemerintah). Unit pasukan lainnya disebut muta-thawwi’ah (sukarelawan), yang hanya menerima gaji ketika bertugas.

c.       Administrasi wilayah pemerintahan
Provinsi Dinasti Abbasiyah mengalami perubahan dari masa ke masa, dan klasifikasi politik juga tidak selalu terkait dengan klasifikasi geografis, seperti yang terekam dalam karya Al-Ishthakhri, Ibn Hawqal, Ibn Al-Faqih, dan karya-karya sejenis.


d.      Perdagangan dan industri
         Sejak masa  kholifah kedua Abbasiyah, Al Manshur, sumber Arab paling awal  yang menyinggung tenttang hubungan maritim Arab dan Persia dengan India dan Cina berasal dari laporan perjalanan Sulaiman Art-Tajir dan para pedagang muslim lainnya pada abad ketiga Hijriyyah.
         Pada masa Abbasiyah, orang-orang justru mampu mengimpor barang dagangan, seperti rempah-rempah, kapur barus, dan sutra dari kawasan Asia yang lebih jauh, juga mengimpor gading, kayu eboni, dan budak kulit hitam dari Afrika. Seorang pemilik penggilingan di Bashrah dan Baghdad yang tidak berpendidikan mampu berderma untuk orang miskin sebesar seratus dinar perhari, dan kemudian diangkat oleh Al-Mu’tashim menjadi wazirnya.
         Tingkat aktivitas pedaang yang seperti itu didukung pula oleh pengembangan industri rumah tangga dan ertanian yang maju.  Industry kerajinan tangan menjamur di berbagai pelosok kerajaan. Sebuah pusat industry di Baghdad yang namanya diambil dari nama seoranng pangeran Umayyah, Attab, member merk kain buatannya dengan ‘attabi yang pertama kali dibuat disana pada abad ke 12.

e.       Perdagangan dan industri
Bidang pertanian maju pesat pada awal pemerintahan Dinasti Abbasiyah karena pusat pemerintahannya berada di daerah yang sangat subur, ditepian sungai yang dikenal dengan nama Sawad. Pertanian merupakan sumber utama pemasukan Negara dan pengolahan tanah hamper sepenuhnya dikerjakan oleh penduduk asli, yang statusnya mengalami peningkatan pada masa rezim baru.

f.          Islamisasi masyarakat
         Sebanyak 5.000 orang Kristen Banu Tanukh di dekat Allepo mengikuti perintah kholifah Al-Mahdi untuk masuk Islam. Proses konversi secara normal berjalan lebih gradual, damai dan bersifat pasti. Kebanyakan konversi yang dilakukam oleh penduduk taklukkan didorong oleh motif kepentingan idividu, agar terhindar dari pajak dan sejumlah aturan lain yang menbatasi, agar dapat prestise social dan pengaruh politik, serta menikmati kebebasan  dan keamanan yang lebih besar. Penduduk Persia baru beralih ke agama Islam pada abad ketiga setelah wilayah itu dikuasai oleh Islam. Sebelumnya mereka menganut Zoroaster.

g.         Bidang kedokteran
         Nama yang paling terkenal alam catatan kedokteran Arab setelah Ar-Razi ialah Ibn Sina (Avicenna, yang masuk ke bahasa Latin melalui bahasa Ibrani, Aven Sina, 980-1037), yang disebut oleh orang Arab sebagai Asy-Syaikh Ar-Ra’is, “pemimpin” (orang terpelajar” dan “pangeran” (para pejabat). Ar-Razi menguasai  kedokteran daripada Ibn Sina, sedangkan Ibn Sina lebih menguasai filsafat daripada Ar-Razi.dalam diri seorang dokter, filosof dan penyair inilah, ilmu pengetahuan Arab mencapai titik puncaknya dan berinkarnasi.

h.         Pendidikan, Perpustakaan, dan Toko Buku
Lembaga pendidikn Islam pertama untuk pengajaran yang lebih tinggi tingkatannya adalah  Bait Al-Hikmah (rumah kebijakan) yang didirikan oleh Al-Ma’mun (830 M.) di Baghdad, ibukota negara. Selain berfungsi sebagai biri penerjemahan, lembaga ini juga dikenal sebagai pusat kajian akademis dan perpustakaan umum, serta memiliki sebuah observatorium. Pada saat itu observatorium-observatprium yang banyak bermunculan juga berfungsi sebagai pusat pembelajaran astronomi. Fungsi lembaga itu sama persisi dengan rumah sakit, yang pada awal kemunculannya, sekaligus berfungsi sebagai pusat pendidikan kedokteran.
Perpustakaan (khizanat al-kutub)  dibangun di Syiraz oleh penguasa Buwaihi, Adud Ad-Dawlah (977-982) yang semua buku-bukunya disusun di atas lemari-lemari, di dalam daftar catalog, dan diatur baik oleh staf administrator yang berjaga secara bergiliran. Pada abad yang sama, kota Bashrah memiliki sebuah perpustakaan yang didalamnya para sarjana bekerja dan mendapatkan upah dari pendiri perpustakaan. Dan kota Rayy terdapat sebuah tempat yang disebut Rumag Buku. Dikatakan bahwa rumah itu menyimpan ribuan manuskrip yang diangkat oleh lebih dari empat ratus ekor unta. Seluruh naskah itu kemudian  didaftar dalam sepuluh jilid katalog.
Selain perpustakaan, gambaran dari budaya baca juga dilihat dari banyaknya took buku. Took-toko itu juga berfungsi sebagai agen pendidikan, mulai muncul sejak awal kekholifahan Abbasiyah. Al-Ya’qub meriwayatkan bahwa pada massanya, (sekitar 891) ibukota Negara diramaikan oleh lebih dari seratus took buku yang berderet di satu ruas jalan yang sama.[6]

4.      Kemunduran Dinasti Abbasiyah
      Faktor-faktor penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah
a.      Faktor internal
a)      Kemewahan hidup dikalangan penguasa
      Perkembangan peradapan dan kebudayaan serta kemajuan yang pesat membuat para kholifah cenderung ingin lebih mewah daripadaa pendahulunya. Kondisi ini member peluang kepada tentara profesional asal Turki untuk mengambil alih kendali pemerintahan.

b)      Perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah
      Perebutan kekuasaan ini dimulai sejak masa Al-Ma’mun dengan Al-Amin. Ditambah dengan masunya unsure Turki dan Persi. Setelah Al Mutawakkil wafat, pergantian kholifah terjadi secara tidak wajar. Dari kedua belas kholifah pada periode kedua Dinasti Abbasiyah, hanya empat kholifah yang wafat secara wajar. Selebihnya, para kholifah itu wafat karena dibunuh atau diracun dan diturunkan secaara paksa.

c)      Konflik keagamaan
      Sejak terjadinya konflik antara Muawiyah dan kholifah Ali yang berakhir dengan terpecahnya tiga kelompok, yaitu, Muawiyah, Syi;ah dan khowarij, ketiga kelompok tersebut senantiasa berebut pengaruh. Yang senantiasa berpengaruh pada masa kekholifahan Muawiyyah maupun massa kekholifahan Abbasiyah adalah kelompok Sunni dan Syiah.

b.      Faktor Eksternal
a)      Banyaknya pemberontakan
      Banyaknya daerah yang tidak dikuasai oleh kholifah, akibat kebijakan yang lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam, secara real, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan gubernur-gubernur yang bersangkutan. Akhirnya, provinsi-provinsi tersebut banyak yang melepaskan diri dari genggaman pengusa Bani Abbas.

b)      Dominasi Bangsa Turki
      Sejak abad ke Sembilan, kekuasaan militer Abbasiyah mulai mengalami kemunduran. Selanjutnya para penguasa Abbasiyah mempekerjakan orang-orang professional dibidang kemiliteran, khususnya tentara Turki, kemudia mengangkatnya seebagai panglima. Dalam perkembangan selanjutnya, tentara Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut. Walaupun kholifah dipegang oleh Bani Abbas, kholifah bagaikan boneka yang tidak bisa berbuat apa-apa.

c)      Dominasi Bangsa Persia
      Masa kekuasaan Bani Parsi (Banu Buyah) berjalan lebih dari 150 tahun. pada awal pemerintahan Abbasiyah, keturunan Parsi bekerja sama daam mengelola pemerintahan dan Dinasti Abbasiyah mengalami kemajuan yang cukup pesat dalam berbagai bidang. Pada periode edua, saat kekholifahan Bani Abbasiyah sedang mengadakan pergantian kholifah, yaitu dari kholifah Muttaqi (kholifah ke 22) kepada kholifah Muthie’ (kholifah ke 23) tahun 334 H.,  Banu Buyah (Parsi) berhasil merebut kekuasaan. Pada mulanya mereka berkhitma kepada para pembesar-pembesar dari para kholifah, sehingga banyak dari mereka yang menjadi panglima tentara, diantaranya menjadi panglima besar. Setelah mereka memiliki kedudukan yang kuat, seluruh emerintahan berada ditangan mereka.

5.      Sebab-sebab kehancuran Dinasti Abbasiyah
a.      Faktor Internal
a)      Lemahnya semangat patriotisme Negara.
b)      Hilangnyasifat amanah dari segala perjanjian yang dibuat.
c)      Tidak percaya pada kekuatan sendiri.
d)     Fanatic Madzhab persaingan dan perebutan yang tiada henti antara Abbasiyah dan Alawiyah menyebabkan kekuatan umat Islam menjadi lemah, bahkan hancur berkeping-keping.
e)      Kemerosotan ekonomi.

b.      Faktor eksternal
         Disintegrasi, akibat kebijakan untuk lebih mengutamakan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada politik provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai melepaskan dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah. Mereka bukan sekedar memisahkan diri dari kekuasaan Kholifah, tetap memberontak dan berusaha merebut pusat kekuasaan di Baghdad. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak luar dan banyak mengorbankan umat, yang berarti juga menghancurkan SDM.[7]







[1] Indonesia, Kementrian Agama, Sejarah Kebudayaan Islam, 2015,  Jakarta: Kementrian Agama, hlm. 50-52
[2] Ibid, hlm. 48
[3] Dedi Supriyadi, M. Ag., Sejarah Peradapan Islam, 2008, Bandung: Pustaka Setia, hlm.128
[4] Ibid, hlm. 48
[5] Ibid, 129

[6] Ibid, hlm.129-137
[7] Ibid, 137-140

No comments:

Post a Comment