A.
Bani
Abbasiyah
1.
Periodesasi Masa Abbasiyah
Menurut
Guru Besar Ilmu Sejarah dari Universitas Mesir (Egyptian University) membagi
kedalam lima masa :
a. Masa
kuat-kuasa dan bekerja membangun (132-232 H)
b. Masa
berkuuasanya panglima-panglima Turki (232-334 H)
c. Masa
berkuasanya Bani Buyah (buwayhid), (334-447 H)
d. Masa
berkuasanya Bani Saljuk (Seljukiyak), (447-530H.
e. Masa
gwrak balik kekuasaan politik kholifah-kholifah Abbasiyah dengan merajalelanya
para panglima perang (530-656 H)
Menurut B.G.
Stryzewki membagi masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah menjadi lima periode,
yaitu :
a. Periode
pertama (132 H/750 M. – 232 H./847 M.), disebut periode pengaruh Persia pertama,
b. Periode kedua (232
H./847 M. – 334 H./945 M.), disebut periode pengaruh Turki pertama,
c. Periode
ketiga (334 H./945 M. – 447 H./1105 M.), periode ini disebut dengan pengaruh
Persia kedua
d. Periode
keempat (447 H./1105 M. - 590 H./ 1195
M.), periode ini biasa disebut masa pengaruh Turki kedua
e. Periode
kelima (590 H./1194 M. – 656 H./1258M.) masa kholifah bebas dari pengaruh
pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di Baghdad.
Periodesasi
tersebut dijelaskan sebagai berikut :
a. Periode
pertama (132 H/750 M. – 232 H./847 M.), disebut periode pengaruh Persia pertama
Disebut
pengaruh Persia pertama yaitu berlajut dari kekuassaan kholifah pertama Abu
Abbas Assaffah tahun 750 M. = 132 H sampai holifah ke 9 (al Wastsiq) yahun 847
M =232 H. Abu Abbass Assaffah dan Abu
Ja’far al Manshur kholifah pertama dan kedua disebut sebagai peletak pondasi yang
kuat.
Kholifah
Harun Al-Rasyid, kholifah ke 5 menbangun peradaban ilmu pengetahuan dengan
menyediakan berbagai fasilitas pendidikan bagi masyarakat luas, mahasiswa,
ulama atau para pecinta ilmu pengetahuan. Harun al-Rasyid membangun
lembaga-lembaga pendidikan seperti khuttab, madrasah dan perguruan tinggi
seperti universitas Nizamiyah, Universita Naisabur dan lain sebagainya.
Fase
ini disebut dengan pengaruh Persia karena beberapa kholifah yang berkuasa
berkebangsaan Persia, seperti Al-Amin dan al-Ma’mun putra dari Harun al-Rasyid
ibunya orang Persia dan beberapa kholifah lainnya.
b. Periode
kedua (232 H./847 M. – 334 H./945 M.), disebut periode pengaruh Turki pertama
Fase
ini dimulai dari kholifah kesepuluh al Mutawakkil. Pada fase ini perkembangan
peradapan masih bisa berkembang, akan tetapi tidak sepesat seperti fase
sebelumnya. Peradapan ilmu dan peradapan lainnya, masih teta berjalan baik.
Baru pada akhir abad ke-9 pada saat terjadi disintegrasi atau pecahnya
kekuasaan Islam menjadi wilayah-wilayah kecil
yang lepas dan merdeka dari pemerintahan Abbasiyah, pada waktu itu
proses pengembangan peradapan mulai menurun. Dalam hitungan para pakar sejarah,
masa ini banyak masuk dalam mas kejayaan peradapan Islam. Fase ini banyak
pembesar istana banyak berasal dari angsa Turki, terutama yang bekerja sebagai
pengawal istana dan pengawal kholifah.
c. Periode
ketiga (334 H./945 M. – 447 H./1105 M.), periode ini disebut dengan pengaruh
Persia kedua
Fase
ini dikenal dengan masa disintegrasi di kekuasaan Dinasti Abbasiyah dan Muluk
Tawaif di Dinasti Umayyah II Andalusia. Wilayah-wilayah jauh Abbasiyah seperti
di Afrika Utara, dan India minta merdeka dari Abbasiyah.pada fase ini
perkembangan ilmu masih berjalan meskipun sudah menurun. Mahasiswa dari Eropa
masih tetap belajar di pusat-pusat peradapan Islam, baik di Baghdad maupun
Andalusia masih diramaikan dengan kegiatan belajar mengajar.
d. Periode
keempat (447 H./1105 M. - 590 H./ 1195
M.), periode ini biasa disebut masa pengaruh Turki kedua
Kegiatan
ilmu pengetahuan masih beejalan seperti yang dikebangkan oleh Bani Abbasiyah
dan Umayyah di Andalusia, meskipun bersifat konservatif atau berjalan di
tempat. Di wilayah Islam seperti Mesir telah berkobr Perang Salib menghadapi
kaum Nasrani yang berlangsung selama 2 abad.
e. Periode
kelima (590 H./1194 M. – 656 H./1258M.) masa kholifah bebas dari pengaruh
pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di Baghdad.
Setelah
terjadi disintegrasi dan perang Salib di wilayah Islam, maka kekuasaan Islam
Abbasiyah di Baghdad maupun kekuasaan Umayyah II di Andalusia semakin menurun.
Bahkan pada tahun 1258 M Abbasiyah diserang dan dibombartir oleh kekuasaan
Mongol dengan membakaar sekian ilmu pengetahuan serta membakar mati para
ilmuwan Islam Abbasiyah dengan cara membakar perpustakaan, sekolah-sekolah
serta fasilitas-fasilitas umum. Selain
itu, pusat peradapan Islam yang ada di wilayah Andalusia diserang dan
dihancurkan oleh dua kerajaan Nasrani Aragon dan Castelia.kondisi peradapan
Islam di Baghdad pada saat itu hancur lebur, dua sungai besar yang membelah
kota Baghdad :Tigris dan Eufrat hitam beberapa bulan lantaran dibuangnya abu
pembakaran peradap itu ke dua sungai tersebut.[1]
2.
Pendirian
Bani Abbasiyah (750-857 M. – 132-232 H.)
Lahirnya
Bani Abbasiyah tahun 750 M., adalah peran besar dari keturuna Hasyim yang
bernama Abu Abbas. Nama Abbasiyah yang dipakai untuk nama bani ini adalah
diambil dari nama bapak pendiri Abbasiyah yaitu Abbas bin Abdul Muthallib paman
Nabi Muhammad SAW. Proses lahirnya Abbasiyah dimulai dari kemenangan Abu Abbas
Assafah dalam sebuah perang terbuka (al-Zab) melawan kholifah Bani Umayyah yang
terakhir yaitu Marwan Bin Muhammad. Abu Abbas diberi gelar Assaffah karena dia
pemberani dan dia mampu memainkan mata pedagangnya kepada lawan politiknya.
Semua lawan politiknya diperangi dan dikejar-kejar , diusir keluar dari wilayah
kekuasaan Abbasiyah yang baru direbut dari Bani Umayyah 1.[2]
Dari
750 M. hingga 1258 M., penerus Abu al Abbas memegang pemerintahan, meskipun
mereka tidak selalu berkuasa. Orang Abbasiyah mengklaim dirinya sebagai
pengususng konsep sejati kekhalifahan, yaitu gagasan Negara teokrasi, yang
menggantikan pemerintahaan sekuler
(mulk) Dinasti Umayyah.[3]
Masa
kejayaan Abbasiyah terletak pada kholifah setelah Assaffah. Abu Abbas Assaffah
sebagai pendiri Bani Abbasiyah masa kepemimpinannya sangat singkat, hanya 4
tahun beliau memerintah, akan tetapi mampu menciptakan suasana dan kondisi
Abbasiyah yang steril dari keturuna Bani Umayyah sebagai lawan politik yang
baru dikalahkan dan dikuasainya. Sikap tegas dan berani yang ditunjukkan oleh
kholifah Abu Abbas Assaffah ketika membuat kebijakan pada saat berdirinya Bani
Abbasiyah dengan berani memberantas semua keturunan Umayyah dari wilayah yang
dikuasainya. Dampak dari kebijakan tersebut dapat dilihat dari suasana pusat
wilayah Abbasiyah yang baru menjadi kondusif dan perkembangan peradaban dapat
oleh kholifah Abu Abbas assaffah.[4]
Dinasti
Abbasiyah, mencapai masa kejayaan politik dan intelektual mereka segera setelah
didirikan. Kekhalifahan Baghdad yang didirikan oleh assaffah dan Al-Manshur
mencapai masa keemasannya antara masa kholifah ketiga, al Mahdi ddan kholifah
ke Sembilan al Watsiq dan lebih khusus lagi pada masa Harun al Rasyid dan
anaknya, al Ma’mun. karena kehebatan dua kholifah itulah, Dinasti Abbasiyah
memiliki kean baik dalam ingatan public, dan menjadi dinasti paling paling
terkenal dalam sejarah islam.[5]
3.
Kemajuan
Masa Abbasiyah
Masa
ini adalah masa keemasan atau massa kejayaan umat Islam sebagai pusat dunia
dalam berbagai aspek peradapan. Kemajuan tersebut meliputi:
a. Administrasi
pemerintahan dengan biro-bironya
Dalam menjalankan sistem teknis
pemerintahan, Dinasti abbasiyah memilii kantor pengawas (dewan az-zimani) yang
pertama kali diperkenalkan oleh AlMahdi, dewan korespondensi atau kantor arsip (dewan at taqwi) yang
menangani semua surat resmi, dokumen politik serta instruksi dan ketetapan
kholifah, dewan penyidik keluhan, departemen kepolisian, dan pos. dewan
penyidik keluhan (dewan an-nazhar fi al-mazhalini) adalah sejenis pengadilan
tingkat banding, atau pengadilan tinggi untuk menangani kasus-kasus yang
duputuskan secara keliru pada departemen administrasi dan politik.
b. Sistem
organisasi militer
Sistem
militer terorganisasi dengan baik, berdisiplin tinggi, serta mendapat pelatihan
dan pengajaran secara reguler. Pasukan pengawal kholifah (hams) mungkin
merupakan satu-satunya pasukan tetap yang
masing-masing mengepalai sekelomok pasukan. Selain mereka, ada juga
pasukan bayaran dan sukarelawan, serta sejumlah pasukan dari berbagai suku dan
distrik. Pasukan tetap (jund) yang bertugas aktif disebut murtaziqah (pasukan yang dibayar secara
berkala oleh pemerintah). Unit pasukan lainnya disebut muta-thawwi’ah (sukarelawan), yang hanya menerima gaji ketika
bertugas.
c. Administrasi
wilayah pemerintahan
Provinsi
Dinasti Abbasiyah mengalami perubahan dari masa ke masa, dan klasifikasi
politik juga tidak selalu terkait dengan klasifikasi geografis, seperti yang
terekam dalam karya Al-Ishthakhri, Ibn Hawqal, Ibn Al-Faqih, dan karya-karya
sejenis.
d. Perdagangan
dan industri
Sejak masa kholifah kedua Abbasiyah, Al Manshur, sumber
Arab paling awal yang menyinggung
tenttang hubungan maritim Arab dan Persia dengan India dan Cina berasal dari
laporan perjalanan Sulaiman Art-Tajir dan para pedagang muslim lainnya pada
abad ketiga Hijriyyah.
Pada masa Abbasiyah, orang-orang justru
mampu mengimpor barang dagangan, seperti rempah-rempah, kapur barus, dan sutra
dari kawasan Asia yang lebih jauh, juga mengimpor gading, kayu eboni, dan budak
kulit hitam dari Afrika. Seorang pemilik penggilingan di Bashrah dan Baghdad
yang tidak berpendidikan mampu berderma untuk orang miskin sebesar seratus
dinar perhari, dan kemudian diangkat oleh Al-Mu’tashim menjadi wazirnya.
Tingkat aktivitas pedaang yang seperti
itu didukung pula oleh pengembangan industri rumah tangga dan ertanian yang
maju. Industry kerajinan tangan menjamur
di berbagai pelosok kerajaan. Sebuah pusat industry di Baghdad yang namanya
diambil dari nama seoranng pangeran Umayyah, Attab, member merk kain buatannya
dengan ‘attabi yang pertama kali dibuat disana pada abad ke 12.
e. Perdagangan
dan industri
Bidang
pertanian maju pesat pada awal pemerintahan Dinasti Abbasiyah karena pusat
pemerintahannya berada di daerah yang sangat subur, ditepian sungai yang
dikenal dengan nama Sawad. Pertanian merupakan sumber utama pemasukan Negara
dan pengolahan tanah hamper sepenuhnya dikerjakan oleh penduduk asli, yang
statusnya mengalami peningkatan pada masa rezim baru.
f.
Islamisasi masyarakat
Sebanyak 5.000 orang Kristen Banu
Tanukh di dekat Allepo mengikuti perintah kholifah Al-Mahdi untuk masuk Islam.
Proses konversi secara normal berjalan lebih gradual, damai dan bersifat pasti.
Kebanyakan konversi yang dilakukam oleh penduduk taklukkan didorong oleh motif
kepentingan idividu, agar terhindar dari pajak dan sejumlah aturan lain yang
menbatasi, agar dapat prestise social dan pengaruh politik, serta menikmati
kebebasan dan keamanan yang lebih besar.
Penduduk Persia baru beralih ke agama Islam pada abad ketiga setelah wilayah
itu dikuasai oleh Islam. Sebelumnya mereka menganut Zoroaster.
g.
Bidang kedokteran
Nama yang paling terkenal alam catatan
kedokteran Arab setelah Ar-Razi ialah Ibn Sina (Avicenna, yang masuk ke bahasa
Latin melalui bahasa Ibrani, Aven Sina, 980-1037), yang disebut oleh orang Arab
sebagai Asy-Syaikh Ar-Ra’is,
“pemimpin” (orang terpelajar” dan “pangeran” (para pejabat). Ar-Razi
menguasai kedokteran daripada Ibn Sina,
sedangkan Ibn Sina lebih menguasai filsafat daripada Ar-Razi.dalam diri seorang
dokter, filosof dan penyair inilah, ilmu pengetahuan Arab mencapai titik
puncaknya dan berinkarnasi.
h.
Pendidikan,
Perpustakaan, dan Toko Buku
Lembaga
pendidikn Islam pertama untuk pengajaran yang lebih tinggi tingkatannya adalah Bait
Al-Hikmah (rumah kebijakan) yang didirikan oleh Al-Ma’mun (830 M.) di
Baghdad, ibukota negara. Selain berfungsi sebagai biri penerjemahan, lembaga
ini juga dikenal sebagai pusat kajian akademis dan perpustakaan umum, serta
memiliki sebuah observatorium. Pada saat itu observatorium-observatprium yang
banyak bermunculan juga berfungsi sebagai pusat pembelajaran astronomi. Fungsi
lembaga itu sama persisi dengan rumah sakit, yang pada awal kemunculannya,
sekaligus berfungsi sebagai pusat pendidikan kedokteran.
Perpustakaan
(khizanat al-kutub) dibangun di Syiraz oleh penguasa Buwaihi, Adud
Ad-Dawlah (977-982) yang semua buku-bukunya disusun di atas lemari-lemari, di
dalam daftar catalog, dan diatur baik oleh staf administrator yang berjaga
secara bergiliran. Pada abad yang sama, kota Bashrah memiliki sebuah
perpustakaan yang didalamnya para sarjana bekerja dan mendapatkan upah dari
pendiri perpustakaan. Dan kota Rayy terdapat sebuah tempat yang disebut Rumag Buku. Dikatakan bahwa rumah itu
menyimpan ribuan manuskrip yang diangkat oleh lebih dari empat ratus ekor unta.
Seluruh naskah itu kemudian didaftar
dalam sepuluh jilid katalog.
Selain
perpustakaan, gambaran dari budaya baca juga dilihat dari banyaknya took buku.
Took-toko itu juga berfungsi sebagai agen pendidikan, mulai muncul sejak awal
kekholifahan Abbasiyah. Al-Ya’qub meriwayatkan bahwa pada massanya, (sekitar
891) ibukota Negara diramaikan oleh lebih dari seratus took buku yang berderet
di satu ruas jalan yang sama.[6]
4.
Kemunduran
Dinasti Abbasiyah
Faktor-faktor penyebab kemunduran Dinasti
Abbasiyah
a.
Faktor
internal
a) Kemewahan
hidup dikalangan penguasa
Perkembangan peradapan dan kebudayaan
serta kemajuan yang pesat membuat para kholifah cenderung ingin lebih mewah
daripadaa pendahulunya. Kondisi ini member peluang kepada tentara profesional
asal Turki untuk mengambil alih kendali pemerintahan.
b) Perebutan
kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah
Perebutan kekuasaan ini dimulai sejak masa
Al-Ma’mun dengan Al-Amin. Ditambah dengan masunya unsure Turki dan Persi.
Setelah Al Mutawakkil wafat, pergantian kholifah terjadi secara tidak wajar.
Dari kedua belas kholifah pada periode kedua Dinasti Abbasiyah, hanya empat
kholifah yang wafat secara wajar. Selebihnya, para kholifah itu wafat karena
dibunuh atau diracun dan diturunkan secaara paksa.
c) Konflik
keagamaan
Sejak terjadinya konflik antara Muawiyah
dan kholifah Ali yang berakhir dengan terpecahnya tiga kelompok, yaitu,
Muawiyah, Syi;ah dan khowarij, ketiga kelompok tersebut senantiasa berebut
pengaruh. Yang senantiasa berpengaruh pada masa kekholifahan Muawiyyah maupun
massa kekholifahan Abbasiyah adalah kelompok Sunni dan Syiah.
b.
Faktor
Eksternal
a) Banyaknya
pemberontakan
Banyaknya daerah yang tidak dikuasai oleh
kholifah, akibat kebijakan yang lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan
kebudayaan Islam, secara real, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan
gubernur-gubernur yang bersangkutan. Akhirnya, provinsi-provinsi tersebut
banyak yang melepaskan diri dari genggaman pengusa Bani Abbas.
b) Dominasi
Bangsa Turki
Sejak abad ke Sembilan, kekuasaan militer
Abbasiyah mulai mengalami kemunduran. Selanjutnya para penguasa Abbasiyah
mempekerjakan orang-orang professional dibidang kemiliteran, khususnya tentara
Turki, kemudia mengangkatnya seebagai panglima. Dalam perkembangan selanjutnya,
tentara Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut. Walaupun kholifah dipegang
oleh Bani Abbas, kholifah bagaikan boneka yang tidak bisa berbuat apa-apa.
c) Dominasi
Bangsa Persia
Masa kekuasaan Bani Parsi (Banu Buyah)
berjalan lebih dari 150 tahun. pada awal pemerintahan Abbasiyah, keturunan
Parsi bekerja sama daam mengelola pemerintahan dan Dinasti Abbasiyah mengalami
kemajuan yang cukup pesat dalam berbagai bidang. Pada periode edua, saat
kekholifahan Bani Abbasiyah sedang mengadakan pergantian kholifah, yaitu dari
kholifah Muttaqi (kholifah ke 22) kepada kholifah Muthie’ (kholifah ke 23)
tahun 334 H., Banu Buyah (Parsi)
berhasil merebut kekuasaan. Pada mulanya mereka berkhitma kepada para
pembesar-pembesar dari para kholifah, sehingga banyak dari mereka yang menjadi
panglima tentara, diantaranya menjadi panglima besar. Setelah mereka memiliki
kedudukan yang kuat, seluruh emerintahan berada ditangan mereka.
5.
Sebab-sebab
kehancuran Dinasti Abbasiyah
a.
Faktor
Internal
a) Lemahnya
semangat patriotisme Negara.
b) Hilangnyasifat
amanah dari segala perjanjian yang dibuat.
c) Tidak
percaya pada kekuatan sendiri.
d) Fanatic
Madzhab persaingan dan perebutan yang tiada henti antara Abbasiyah dan Alawiyah
menyebabkan kekuatan umat Islam menjadi lemah, bahkan hancur berkeping-keping.
e) Kemerosotan
ekonomi.
b.
Faktor
eksternal
Disintegrasi, akibat kebijakan untuk
lebih mengutamakan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada politik
provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai melepaskan dari genggaman
penguasa Bani Abbasiyah. Mereka bukan sekedar memisahkan diri dari kekuasaan
Kholifah, tetap memberontak dan berusaha merebut pusat kekuasaan di Baghdad.
Hal ini dimanfaatkan oleh pihak luar dan banyak mengorbankan umat, yang berarti
juga menghancurkan SDM.[7]
No comments:
Post a Comment