BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membahas
tentang filsafat, tentu tak lepas dari sejarah, khususnya dalam dunia filsafat
itu sendiri, maka dengan otomatis akan membawa kita dalam pembahasan sejarah
dan perkembangan filsafat. Sebenarnya akan sangat luas jika kita membahas semua
tentang sejarah filsafat, maka dari itu, disini kita akan mencoba memaparkan
tentang sejarah filsafat sejarah filsafat secara singkat, tanpa harus
meninggalkan informasi penting di dalamnya.
Sejarah
filsafat merupakan metode yang terkenal dan banyak digunakan orang dalam
mempelajari filsafat, bahkan merupakan metode yang sangat penting dalam
mempelajari filsafat. Tidak sekedar metode belajar filsafat, sejarah filsafat
pun merupakan subject matter tersendiri. Dengan kata lain, sejarah filsafat
bukan sekedar suatu wacana rangka membahas sesuatu apapun. Sejarah filsafat
meskipun dianggap sebagai bahan pengetahuan tersendiri, pada dasarnya sejarah
filsafat yang disajikan merupakan alat untuk mengenal filsafat pada umumnya.
Dalam
makalah ini kita akan membahas tentang filsafat barat, filsafat india dan
filsafat Tionghoa. Semoga dengan adanya makalah ini dapat lebih memberi
pngetahuan tentang dunia filsafat dengan lebih baik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan sistematika sejarah filsafat?
2. Bagaimana
sejarah filsafat di Barat?
3. Apa
yang dimaksuk dengan filsafat Indonesia ?
4. Mazhab
pemikiran apa saja yang ada di Indonesia ?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui sistematika sejarah filsafat dengan baik dan benar.
2. Untuk
mengetahui sejarah filsafat di Barat
3. Untuk
mengetahui filsafat Indonesia yang baik dan benar.
4. Untuk
mengetahui mazhab-mazhab pemikiran yang ada di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistematika Sejarah Filsafat
Sistematika filsafat adalah susunan aturan tentang filsafat yang telah
disusun atau ditulis.
Sedangka
sejarah filsafat adalah penyelidikan ilmiah mengenai perkembanngan pemikiran
filsafat dari seluruh bangsa manusia dalam sejarah.
Jadi dapat
diartikan bahwa sistematika sejarah filsafat adalah susunan penyelidikan ilmiah
mengenai perkembanngan pemikiran filsafat dari seluruh bangsa manusia dalam
sejarah.
B. Sejarah Filsafat
1. Zaman
Filsafat Yunani Kuno
Filsafat lahir di
Yunani diperkirakan pada abad ke-6 SM. Zaman Yunani kuno meliputi zaman
filsafat pra-socrates di Yunani. Mereka mencari unsur induk (arche) yang
dianggap asal dari segala sesuatu. Tokoh-tokohnya dikenal dengan nama filsuf
pertama atau filsuf alam. Menurut Thales, arche itu air, anaximandros
berpendapat arche itu yang tak terbatas, anaximedes arche itu udara, Pythagoras
arche itu ilangan, Heraklitos arche itu api, ia juga berpendapat bahwa segala
sesuatu itu terus mengalir. Permanedes mengatakan bahwa segala sesuatu itu
tetap, tidak bergerak.
Menurut K. Bertens ada tiga faktor
yang seakan-akan mempersiapkan lahirnya
filsafat di Yunani, yaitu:
a. Pada
bangsa Yunani, seperti pada bangsa-bangsa sekitarnya, terdapat suatu mitologi
yang kaya serta luas.
b. Kesusasteraan
Yunani
Dua
karya puisi Homeros yang berjudul Ilias
dan Odyssea mempunyai kedudukan istimewa dalam
kesusateraan Yunani. Syair-syair dalam karya tersebut sudah lama digunakan
sebagai semacam buku pendidikan untuk rakyat Yunani.
c. Pengaruh
Ilmu Pengetahuan sudah terdapat di timur kuno
Orang
Yunani tentu berakal budi kepada bangsa lain dalam menerima beberapa unsur ilmu
pengetahuan.
2. Zaman
Keemasan Filsafat Yunani
Zaman ini ditandai oleh
sejumlah nama besar yang sampai sekarang tidak pernah dilupakan oleh kalangan
pemikir, termasuk pemikir masa kini yang berbeda pendapat sekalipun.[1]
Tokohnya adalah Protagoras. Pemahamannya memperlihatkan sifat-sifat
relativisme, atau kebenaran bersifat relatif, tidak ada kebenaran yang tetap
dan definitif.
3. Masa
Helinstis dan romawi
Pada zaman Alexander
Agung (359-323 SM) sebagai kaisar Romawi dari Macedonia dengan kekuatan militer
yang besar menguasai Yunani, Mesir, Hingga Syria. Pada masa itu berkembang
sebuah kebudayaan trans nasional yang disebut kebudayaan Hellinistis, karena
kekuasaan Romawi dengan ekspansi yang luas membawa kebudayaan Yunani tidak
terbatas lagi pada kota-kota Yunani saja, tetapi mencakup juga seluruh wilayah
yang ditaklukkan Alexander Agung. Bidang filsafat, di Athena tetap merupakan
suatu pusat yang penting, tetapi berkembang pula pusat-pusat intelektual lain,
terutama kota Alexandria. Jika akhirnya ekspansi Romawi meluas sampai ke
wilayah Yunani, itu tidak berarti kesudahan kebudayaan dan filsafat Yunani,
karena kekaisaran Romawi pun pintu di buka lebar untuk menerima warisan
kultural Yunani.
Pada masa ini muncul beberapa aliran :
a. Stoisisme
Menurut paham ini, jagad raya ditentukan
oleh kuas-kuas yang disebut logos.
Oleh karena itu, segala kejadian berlangsung menurut ketetapan yang tidak dapat
dihindari.
b. Epikurisme
Segala sesuatu terdiri atas atom-atom
yang senantiasa bergerak. Manusia akan bahagia jika mau mengakui susunan dunia
ini dan tidak boleh takut pada dewa-dewa.
c. Skeptisisme
Mereka berfikir bahwa bidang teoretis
manusi tidak sanggup mencapai kebenaran. Sikap umum mereka adalah kesangsian.
d. Eklektisisme
Suatu kecenderungan umum yang mengambil
berbagai unsur, filsafat dari aliran-aliran lain tanpa berhasil mencapai suatu
pemikiran yang sungguh-sungguh.
e. Neo
platonisme
Yakni paham yang igin menghidupkan
kembali filsafat plato. Tokohnya adalah Plotinus.
4. Zaman
Abad Pertengahan
Abad Pertengahan
ditandai dengan tampilnya para teolog di lapangan ilmu pengetahuan. Para
ilmuwan pada masa ini hampir semua adalah para teolog, sehingga aktivitas
ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada
masa ini adalah ancilla theologia
atau abdi agama. Namun demikian harus diakui bahwa banyak juga temuan dalam
bidang ilmu yang terjadi pada masa ini.
Periode ini mempunyai
perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan ini terutama terletak
pada dominasi agama. Timbulnya agama Kristen yang diajarkan oleh Nabi Isa as.
Pada permulaan abad Masehi membawa perubahan besar terhadapkepercayaan agama.
Mengenai sikap terhadap
pemikiran Yunani ada dua:
a. Golongan
yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani merupakan
pemikiran orang kafir karena tidak mengakui wahyu.
b. Menerima
filsafat Yunani ynag mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan maka
kebijaksanaan manusia berarti pula kebijakan yang datangnya dari Tuhan. Mungkin
akal tidak mencapai kebenaran yang sejati. Oleh karena itu, akal dapat dibantu
oleh wahyu.
Filsafat pada zaman abad pertengahan
mengalami dua peride:
i.
Periode patristik
Istilah
pratistik berasal dari kata latin Prates
yang berarti bapak lingkungan Gereja.[2]
Bapak yang mengacu pada pujangga kristen, mencari jalan menuju teologi
kristiani, melalui peletakan dasar intelektual untuk agama Kristen.
Periode
ini mengalami dua tahap[3] :
-
Permulaan agama kristen. Setelah
mengalami berbagai kesukaran terutama mengenai filsafat Yunani,maka agama
kristen memantapkan diri. Keluar memperkuat Gereja dan ke dala menetapkan
dogma-dogma.
-
Filsafat Agustinus yang merupaka seorang
ahli filsafatyang terkenal pada masa patristik.
ii.
Periode skolastik
Periode ini
berlangsung dari tahun 800-1500 SM. Periode ini dibagi menjadi tiga tahap :
-
Periode skolastik awal
Periode ini
berlangsng pada abad ke-19-12. Ditandai oleh pembentukan metode yang lahir
arena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan
ialah persoalan tentang universalia.
- Periode
puncak perkembangan skolastik.
Periode ini
berlangsung pada abad ke-13. Ditandai oleh keadaan yang dipengaruhi oleh
Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat arab dan Yahudi. Puncak
perkembangan pada Thomas Aquinas.
-
Periode skolastik akhir.
Periode ini
terjadi pada abad ke-14-15. Ditandai dengan pemikiran kefilsafatan yang
berkembang ke arah nominalisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa
universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum
mengenai adanya suatu hal.
5.
Zaman Modern.
Zaman modern dimulai dengan masa renaissance yang berarti kelahiran kembali,
yaitu zaman peralihan ketika kebudayaan Abad Pertengahan mulai berubah menjadi
suatu kebudayaan modern. Zaman
Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari
dogma-dogma agama. Manusia pada zaman ini adalah manusia yang merindukan
pemikiran yang bebas. Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri,
tidak didasarkan atas campur tangan ilahi.
Latar belakang
dan implikasi dari renaissance itu
adalah sebagai berikut
a.
Pudarnya kekuasaan politik dan kekuasaan
spiritual yang mengakibatkan lahirnya cita-cita semangat pembaruan dan
pembebasan.
b.
Berkembangnya jiwa dan semangat
individualisme.
c.
Pertentangan antara universalia dan
individualia berakhir dengan kemenangan individualia. Hal ini akan menimbulkan
akibat-akibat sebagai berikut :
-
warga masyarakat tidak lagi menerima
dogma/agama yang digambarkan ada di tangan pada masing-masing diri manusia.
-
Pandangan yang bercorak substansialistis
dan metode pendekatan ilmiah secara deduktif, dikalahkan oleh metode-metode
induktif dan empiris untuk menemukan kebenaran-kebenaran individual.
d.
Timbulnya rasa keanggaan terhadap harta
dan derajat manusia.
Zaman modern
ditandai dengan munculnya rasionalisme Rene Descartes, B. Spinoza, dan G.
Libniz. Mereka menekankan pentingnya rasio atau akal budi manusia.
6.
Masa kini
Filsafat masa kini atau filsafat abad
ke-20 dan seterusnya disebut juga filsafat kontemporer. Fisikawan abad ke-21 adalah
Albert Einstain menyatakan bahwa alam itu tidak terhingga besarnya dan tidak
terbatas, tetapi juga tidak berubah status totalitasnya atau bersifat statis
dari waktu ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan materi. Ini berarti bahwa
alam semesta itu bersifat kekal, atau dengan kata lain tidak mengakui adanya
penciptaan alam. Di samping teori mengenai fisika, teori alam semesta, dan
lain-lain, Zaman Kantemporer ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi
canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang
rrrengalami kemaj uan sangat pesat. Mulai dari penemuan komputer, berbagai
satelit komunikasi, internet, dan sebagainya. Ciri khas pemikiran filsafat ini
adalah desentralisasi manusia karena pemikiran filsafat abad ke 20 ini memberikan
perhatian yang khusus kepada bidang bahasa dan etika sosial.
a.
Positivisme
Positivisme
mulai pada filsuf A, comte. A. Comte menyatakan bahwa pemikiran setiap manusia,
pemikiran setiap ilmu, dan pemikiran suku bangsa manusia pada umumnya melewati
tiga tahap, yaitu:
-Tahap
theologis yaitu tingkat pemikiran manusia bahwa semua jiwa mempunyai jiwa dan
disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada diatas manusia.
-Tahap
metafisis yaitu tahap manusia menganggap setiap gejala terdapat kekuatan dan
bisa dibuktikan.
-Tahap
positiv-ilmiah yaitu tahap manusia yang mulai berpikir secara ilmiah.
b.
Marxisme
Pemikiran Karl
Marx ditunjukkan dengan materialisme dialektis dan materialisme historis.
Dalam ajaran mengenai materialisme
dialektis bahwa kenyataan kita akhirnya hanya terdiri atas materi yang
berkembang melalui suatu proses dialektis (tesa-antiesa-sintesa).
Pada ajaran
materialisme historis, pikiran dasarny adalah bahwa arah yang ditempuh sejarah
sama sekali ditentukan atau di determinir oleh perkembangan sarana produksi
yang materiil.
c.
Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah filsafat yang
memandang segala gejala dengan berpangkal kepada eksistensi. Pada umumnya kata
eksistensi berarti keberadaan, tapi dala filsafat eksistensialisme ungkapan
eksistensi mempunyai arti khusus, eksistensi adalah cara manusia berada dalam
dunia.
Kata eksistensi berasal dari kata eks
(keluar) dan sistensi, yang diturunkan dari kata sisti (berdiri, menempatkan).
Oleh karena itu kata eksistensi diartikan manusia berdiri sebagai diri sendiri
dengan keluar dari dirinya. Manusia sadar bahwa dirinya ada.[4]
Ada dua aliran
yang penting[5]
:
-
Eksistensialisme tertutup membatasi
pandangannya pada gambaran manusia yang bercerai berai tanpa trancendetia,
atheistis dan pesimisme
-
Eksistensialisme terbuka mengakui
trancendetia, berada-ada artinya, hati terbuka bagi rahasia realitas.
-
d.
Fenomenology
Kata fenomenology berasal dari kata
Yunani fenomenon yaitu sesuatu yang
tampak, yang terlihat karena bercahaya, yang di dalam bahasa Indonesia menurut
“gejala”. Jadi, fenomenology adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena,
atau gejala sesuatu yang menampakkan diri.
e.
Paragmatisme
Paragmatisme adalah suatu aliran yang
mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar
dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.
f.
Neo-kantianisme dan Neo-tomisme
Neo-kantianisme berkembang terutama di
Jerman. Filsafat dalam aliran ini dianggap sebagai epistemologi dan kritik ilmu
pengetahuan. Tokoh-tokoh terpenting adaklah E. Cassirer, H. Rickert, H.
Vaihinger. Neo-tomisme
Berkembang di
dunia Katholik di banyak neara di Eropa dan di Amerika.
C. Filsafat
di Indonesia
Filsafat Indonesia adalah sebutan
yang digunakan untuk menggambarkan tradisi kefilsafatan yang dilakukan oleh
masyarakat Indonesia.
Para
pengkaji Filsafat Indonesia
mendefinisikan kata 'Filsafat Indonesia' secara berbeda, dan itu menyebabkan
perbedaan dalam lingkup kajian Filsafat Indonesia.
M. Nasroen tidak pernah menjelaskan definisi kata itu. Ia hanya menyatakan
bahwa 'Filsafat Indonesia' adalah bukan Barat dan bukan Timur, Sunoto
mendefinisikan 'Filsafat Indonesia' sebagai kekayaan budaya bangsa kita
sendiri yang terkandung di dalam kebudayaan sendiri, sementara Parmono
mendefinisikannya sebagai pemikiran-pemikiran yang tersimpul di dalam adat
istiadat serta kebudayaan daerah. Sumardjo mendefinisikan kata 'Filsafat
Indonesia' sebagai pemikiran primordial atau pola pikir dasar yang
menstruktur seluruh bangunan karya budaya. Biasanya orang Indonesia
memanggil filsuf-filsuf mereka dengan sebutan budayawan. Karena itu,
menurut para penulis tersebut, lingkup Filsafat
Indonesia terbatas pada pandangan-pandangan asli dari kekayaan budaya
Indonesia saja.[6]
Menurut M.
Nasroen, Filsafat Indonesia berdasarkan pada 3 unsur[7]:
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ketuhanan
Yang Maha Esa adalah salah satu sila yang terdapat dalam Pancasila yang menjadi
dasar Negara Indonesia. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan penyempurnaan
keyakinan bangsa Indonesia. Keyakinan bangsa Indonesia berawal dari kepercayaan
kepada nenek moyang, animisme, politheisme, hingga monotheisme, seperti Islam
dan Kristen. Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar filsafat. Seorang
beragama tidak mungkin berfilsafat tidak berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Filsafat yang tidak berdasarkan agama adalah salah.
2.
Kekeluargaan.
Keluarga
adalah satu kesatuan yang konkret dan amat kokoh yang diikat dan disatukan oleh
prinsip yang khusus, seperti ikatan kasih mengasihi, rela berkorban, toleransi
dan lain sebagainya.
3.
Rasio
Dalam
filsafat Indonesia sebagai ilmu pengetahuan, tentu rasio tetap mempunyai
peranan dan kedudukan utama. Namun, pemakaiannya berlainan dengan apa yang
terdapat pada filsafat pada umumnya. Pemakaian rasio murni hanya dapat
dijalankan dalam bidang filsafat teoritis, yaitu logika dan matematika. Dalam
bidang ini, rasio harus mengikutsertakan tenagaga-tenaga lain yang terdapat
dalam diri manusia, seperti rasa dan keyakinan.
Ada
7 mazhab pemikiran yang berkembang di Indonesia. Kategorisasi mazhab didasarkan
pada tiga hal: pertama, didasarkan pada segi keaslian yang dikandung suatu
mazhab filsafat tertentu seperti pada 'mazhab etnik'; kedua, pada segi
pengaruh yang diterima oleh suatu mazhab filsafat tertentu seperti 'mazhab
Tiongkok', 'mazhab India', 'mazhab Islam', 'mazhab Kristiani', dan 'mazhab
Barat', dan ketiga, didasarkan pada kronologi historis seperti 'mazhab
paska-Soeharto'.[8]
1.
Mazhab Etnik
Mazhab
ini mengambil filsafat etnis Indonesia sebagai sumber inspirasinya. Asumsi
utamanya ialah mitologi, legenda, cerita rakyat, cara suatu kelompok etnis
membangun rumahnya dan menyelenggarakan upacara-upacaranya, sastra yang mereka
hasilkan, epik-epik yang mereka tulis, semuanya melandasi bangunan filsafat
etnis tersebut. ‘Filsafat’ ini tidak dapat berubah; ia senantiasa sama, dari
awal-mula hingga akhir dunia, dan ia senantiasa merupakan ‘Yang Baik’.
Mazhab ini
melestarikan filsafat-filsafat etnis Indonesia yang asli, karena
filsafat-filsafat itu telah dianut erat oleh anggota etnis sebelum mereka
berhubungan dengan tradisi-tradisi filosofis asing yang datang kemudian.
Kebanyakan
tokoh mazhab ini berasumsi bahwa orang Indonesia kontemporer berada pada posisi
‘buta’ terhadap nilai-nilai asli mereka. Jakob Sumardjo, misalnya, berpandangan
bahwa banyak orang Indonesia sekarang yang lupa melestarikan nilai-nilai asli
mereka dan lupa masa lalu, lupa asal mula, mereka seperti orang hilang ingatan
yang mengabaikan sejarah nasional mereka sendiri. Akibatnya, mereka terasingkan
dan teralienasi dari budaya sendiri. Menurut Jacob, gagalnya kebijakan
pendidikan Indonesia disebabkan oleh kebutaan terhadap budaya asli Indonesia.
Misi penting dari mazhab filsafat ini ialah menggali, mengingat, dan
menghidupkan-kembali nilai-nilai etnis yang asli karena nilai merupakan ‘ibu’,
sedangkan manusia ialah ‘bapak’ keberadaan (balita ialah bapak manusia).
Beberapa pandangan filsosofis yang dianut mazhab ini, yaitu adat, mitos asal mula pantun, pepatah, dan struktur sosial adat.
2. Mazhab
Tiongkok
Para filsuf
etnik masih menganut filsafat-filsafat mereka yang asli hingga kedatangan
migrant-migran Tiongkok antara tahun 1122-222 SM. yang membawa-serta dan
memperkenalkan Taoisme dan Konfusianisme kepada
mereka. Dua filsafat asing itu bersama filsafat-filsafat lokal saling bercampur
dan berbaur; begitu tercampurnya, sehingga filsafat-filsafat itu tak dapat lagi
dicerai-beraikan. Salah satu dari sisa baurnya filsafat-filsafat tadi, yang
hingga kini masih dipraktikkan oleh semua orang Indonesia, adalah ajaran hsiao
dari Konghucu (bahasa
Indonesia, menghormati orangtua). Ajaran itu menegaskan bahwa seseorang
harus menghormati orangtuanya melebihi apapun. Ia harus mengutamakan
orangtuanya sebelum ia mengutamakan orang lain.
Mazhab
Tiongkok kelihatan eklusif, karena semata banyak dikembangkan oleh sedikit
anggota etnis Tiongkok di Indonesia. Meskipun demikian, filsafat yang
disumbangkan oleh mazhab ini bagi tradisi kefilsafatan di Indonesia, sangat
penting. Sun Yat-senisme, Maoisme, dan Neo-maoisme merupakan filsafat-filsafat penting
yang menyebar-luas seantero Indonesia pada awal 1900-an, bersamaan dengan
pertumbuhan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Filsuf-filsuf
utama dari mazhab ini, di antara yang lainnya, adalah: Tjoe Bou San, Kwee Hing Tjiat, Liem Koen Hian, Kwee Kek Beng, dan Tan Ling Djie.
3.
Mazhab India
Pembauran atau difusi filsafat-filsafat terus berlanjut bersamaan dengan
kedatangan kaum Brahmana Hindu dan penganut Buddhisme dari India
antara tahun 322 SM-700 M. Mereka memperkenalkan kultur Hindu dan kultur
Buddhis kepada penduduk asli, sementara penduduk asli meresponinya dengan
menyintesa dua filsafat India itu menjadi satu versi baru, yang terkenal dengan
sebutan Tantrayana. Ini jelas
tercermin pada bangunan Candi Borobudur oleh
Dinasti Sailendra pada tahun 800-850 M. Rabindranath Tagore, seorang filsuf India yang mengunjungi Borobudur
pertama kalinya, mengakui candi itu sebagai candi yang tidak-India,
karena relik-relik yang dipahatkan padanya merepresentasikan pekerja-pekerja
lokal yang berbusana gaya Jawa asli. Ia juga mengakui bahwa tarian-tarian asli
Jawa yang terilhami dari epik-epik India tidak menyerupai tarian-tarian India,
meskipun tarian-tarian dua negeri tersebut bersumber dari sumber yang sama.
konghucu dan Buddhisme—dua
filsafat yang saling berlawanan di India—bersama-sama dengan filsafat Jawa asli
dapat didamaikan di Indonesia oleh kejeniusan Sambhara Suryawarana, Mpu Prapanca, dan Mpu Tantular.
4.
Mazhab Islam
10-abad proses Indianisasi ditantang oleh kedatangan Sufisme Persia, dan
Sufisme mulai mengakar dalam perbincangan kefilsafatan sejak awal tahun 1400-an
hingga seterusnya. Perkembangan Sufisme itu dipicu oleh berdirinya kerajaan-kerajaan
dan kesultanan-kesultanan
Islam yang masif di Indonesia. Raja-raja dan sultan-sultan seperti
Sunan Giri, Sunan Gunungjati, Sunan Kudus, Sultan Trenggono, Pakubuwana II, Pakubuwana IV, Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan ‘Alauddin Ri’ayat Syah, Engku Haji Muda Raja Abdullah Riau hingga Raja Muhammad Yusuf adalah raja-sufi; mereka
mempelajari Sufisme dari guru-guru Sufi terkemuka.
Sufisme di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua kelompok: Ghazalisme dan Ibn Arabisme. Ghazalisme utamanya terinspirasi
oleh ajaran-ajaran Al-Ghazali, sedangkan
Ibn Arabisme dari doktrin-doktrin Ibn Arabi. Sufi-sufi dari jalur Al-Ghazali
adalah seperti Nuruddin Al-Raniri, Abdurrauf Al-Singkeli, Abd al-Shamad Al-Palimbangi, dan Syekh Yusuf Makassar, sementara
yang dari jalur Ibn Arabi adalah Hamzah Al-Fansuri, Al-Sumatrani, Syekh Siti Jenar, dan lain-lain.
5.
Mazhab Barat
Sejak pemerintah kolonial Belanda di Indonesia menerapkan ‘Politik Hati
Nurani’ (Politik Etis) pada awal tahun 1900-an, lembaga-lembaga
pendidikan bergaya Belanda menjamur dimana-mana dan terbuka untuk anak-anak
pribumi dari kelas-kelas feudal, yang hendak bekerja di lembaga-lembaga
kolonial. Sekolah-sekolah berbahasa Belanda itu mengajarkan Filsafat Barat sebagai
mata-pelajarannya. Misalnya, Filsafat Pencerahan—filsafat yang diajarkan secara amat
terlambat di Indonesia, setelah 5 abad kemunculannya di Eropa. Banyak alumni
sekolah tersebut yang melanjutkan studi mereka di universitas-universitas
Eropa. Mereka lantas muncul sebagai kelompok elit baru di Indonesia yang
merupakan generasi pertama intelligentsia bergaya Eropa, yang kelak
menganut Filsafat Barat untuk menggantikan filsafat etnik mereka yang asli.
Filsafat Barat mengilhami banyak lembaga sosio-politis Indonesia modern.
Pemerintahan republik Indonesia, konstitusinya serta
distribusi kekuasaan (distribution of power), partai politik dan
perencanaan ekonomi nasional jangka-panjang, semuanya dilakukan atas model
Barat. Bahkan ideologinya
``Pancasila’’ (Yang telah diciptakan oleh Soekarno atau yang
kemudian disalahgunakan oleh Soeharto),
terinspirasi dari ideal-ideal Barat tentang humanisme, demokrasi-sosial, dan sosialisme nasional Nazi Jerman, seperti yang nampak
dalam pidato-pidato anggota Badan Pemeriksa Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) tahun 1945. Fakta ini menggiring pada kesimpulan, bahwa
‘Indonesia Modern’ dibangun di atas cetak-biru Barat.
Sangat menarik untuk diamati, bahwa meskipun elit itu menganut Filsafat
Barat sepenuh hati, mereka masih merasa perlu mengadaptasikan filsafat itu
kepada kegunaan dan situasi Indonesia yang kontemporer dan kongkrit. Misalnya,
Soekarno, yang mengadaptasi demokrasi Barat
dengan situasi rakyat Indonesia yang masih berjiwa feudalistik, sehingga ia
menciptakan apa yang kemudian disebut Demokrasi Terpimpin. D.N. Aidit dan Tan Malaka
mengadaptasikan Marxisme-Leninisme dengan situasi Indonesia dan Sutan Syahrir yang
mengadaptasikan Demokrasi-Sosial dengan konteks Indonesia.
6.
Mazhab Kristiani
Bersama-sama dengan pencarian kapitalis Barat akan
koloni-koloni di Timur, ajaran Kristen mendatangi
pedagang-pedagang Indonesia pada pertengahan abad. Pertama-tama yang datang
ialah pedagang-pedagang Portugis, lalu kapitalis-kapitalis Belanda yang
berturut-turut menyebarkan ajaran Katolik dan ajaran Calvin. Fransiskus Xaverius, pewarta Katolik pertama dari Spanyol yang
menumpang kapal Portugis,
menerjemahkan Credo, Confession Generalis, Pater Noster, Ave
Maria, Salve Regina, dan Sepuluh Perintah Tuhan ke bahasa Melayu antara
tahun 1546-1547, yang melaluinya ajaran Katolik
dapat disebar-luaskan kepada penduduk Hindia Belanda. Gereja-gereja Katolik pun
didirikan dan penganut Katolik Indonesia berjejalan, namun tak lama kemudian
para pastor Katolik diusir dan umatnya dipaksa untuk pindah ke Kalvinisme oleh
penganut-penganut Kalvin Belanda yang datang ke Indonesia pada sekitar tahun 1596. Gereja Reformasi Belanda (Nederlandse Hervormde Kerk)
didirikan sebagai gantinya. Jan Pieterszoon Coen, salah seorang Gubernur-Jenderal VOC tahun
1618, adalah contoh dari penganut Kalvinis yang saleh. Ia mendudukkan semua
pewarta Kalvinis (yang dalam bahasa Belanda disebut Ziekentroosters di
bawah kendalinya.
Sekolah-sekolah Katolik bergaya Portugis-Hispanik dan lembaga-lembaga
pendidikan Kalvinis bergaya Belanda terbuka untuk penduduk Hindia Belanda.
Tidak hanya diajarkan teologi di
dalamnya, tapi juga Filsafat Kristen (Christian Philosophy). Satu
sekolah lalu menjadi beribu-ribu jumlahnya. Hingga kini masih ada dan terus ada
universitas-universitas swasta Katolik dan Protestan yang
mengajarkan Filsafat Kristen di dalamnya. Misioner-misioner dan pewarta-pewarta
Injil dari Barat yang telah bertitel Master dalam bidang filsafat dari
universitas Eropa, berdatangan untuk memberikan kuliah pada universitas Kristen
Indonesia. Dari universitas-universitas tersebut keluarlah banyak lulusan yang
menguasai Filsafat Kristen, seperti Leo Kleden, Nico Syukur Dister, J.B. Banawiratma, Franz Magnis-Suseno, Paulus Budi Kleden, Ignaz Kleden, Kondrat Kebung, Robert J. Hardawiryana, Y.B. Mangunwijaya, TH. Sumartana, Martin Sinaga, dan lain-lain. Di Sumatera Utara,
Sekolah Katolik yang berpengaruh terhadap perkembangan filsafat adalah Sekolah
Tinggi Filsafat Teologi St. Yohanes Sinaksak Pematangsiantar. Adelbert Snijder
adalah guru besar di sekolah tersebut, dan dikenal sebagai filsuf metafisika.
Ungkapan yang terkenal dari dia adalah: "Seluas Segala Kenyataan'.
Di Indonesia timur, khususnya di Nusa Tenggara Timur, Filsafat sangat
mempengaruhi perkembangan pendidikan di wilayah tersebut. Di wilayah ini
filsafat berkembang setelah masuknya misionaris Eropa SVD di wilayah itu dan
mendirikan salah satu sekolah Tinggi filsafat di Maumere flores, NTT. Sekolah
Tinggi itu adalah Sekolah Tinggi Filsafat Katolik /
STFK Ledalero. Di sekolah ini keilmuan dalam bidang filsafat
dikembangkan dengan berbagai pendekatan sosial. Dari sekolah ini banyak
terlahir pemikir dan pengajar serta relawan kemanusiaan yang tersebar di hampir
300 negara di dunia. Di sekolah ini terdapat berbagai grup diskusi filsafat
yang kemudian memberikan warna tersendiri bagi khasanah filsafat sebagai ilmu.
Beberapa nama yang menjadi pelopor perkembangan filsafat di Ledalero adalah
Fritz Braun, Joseph Pianezek, Leo Kleden, Paulus Budi Kleden, Kondrad Kebung dan Lain sebagainya.
7.
Mazhab Paska-Soeharto
Mazhab ini terutama mengedepan untuk mengritik kebijakan sosio-politik
Soeharto selama masa kepresidenannya dari tahun 1966 hingga akhirnya tumbang
pada 1998. Perhatian utama mereka ialah Filsafat Politik, yang misi
utamanya ialah mencari alternatif-alternatif bagi rezim yang korup itu. Mazhab
inilah yang berani menantang Soeharto, setelah ia berhasil membisukan semua
filsuf lewat cara kekerasan. Sebelum kemunculan mazhab ini, telah ada beberapa
orang yang mencoba melawan Soeharto di era 1970-an, namun mereka dipukul keras
dalam insiden-insiden yang disebut sejarah sebagai Peristiwa ITB Bandung
1973 dan Peristiwa Malari 1974. Sejak praktik kekerasan itu,
filsafat hanya dapat dipraktikkan dalam utopia; praksis dan inteleksi dipisahkan dari filsafat. Praksis
dilarang, dan hanya penalaran yang
mungkin bisa bertahan. Era Soeharto, dalam kacamata filsafat, dapat disebut
sebagai ‘era candu filsafat’, dimana segala jenis dan segala mazhab filsafat
dapat hidup tapi tak dapat dipraktikkan dalam kenyataan. Filsafat hanya menjadi
‘latihan akademis’ dan ditundukkan. Pancasila menjadi
satu-satunya ideologi dan filsafat di era itu tentunya, Pancasila yang
ditafsirkan menurut kepentingan Soeharto, bukan Pancasila BPUPKI 1945.
Dalam ‘lingkaran setan’ rezim
Soeharto muncullah pemberani-pemberani yang kelak memutuskan mata-rantai
lingkaran itu, dan mereka disebut disini sebagai ‘filsuf paska-Soeharto’, di
antaranya seperti: Sri-Bintang Pamungkas, Budiman Sudjatmiko, Muchtar Pakpahan, Sri-Edi Swasono, dan Pius Lustrilanang
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
a.
Sistematika sejarah filsafat adalah susunan
penyelidikan ilmiah mengenai perkembanngan pemikiran filsafat dari seluruh
bangsa manusia dalam sejarah.
b.
Periodesasi filsafat barat meliputi:
1.
Zaman Filsafat Yunani Kuno
2.
Zaman Keemasan Filsafat Yunani
3.
Masa Helinstis dan romawi
a. Stoisisme
b. Epikurisme
c. Skeptisisme
d. Eklektisisme
e. Neo
platonisme
4. Zaman
abad pertengahan
5. Zaman
Modern.
6. Masa
kini
a. Positivisme
b. Marxisme
c. Eksistensialisme
d. Fenomenology
e. Paragmatisme
f. Neo-kantianisme
dan Neo-tomisme
c. Filsafat
Indonesia adalah sebutan yang digunakan untuk menggambarkan tradisi
kefilsafatan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
d.
Mazhab pemikiran yang ada di Indonesia:
1. Mazhab etnik
2. Mazhab Tiongkok
3. Mazhab India
4. Mazhab Islam
5. Mazhab Barat
6. Mazhab Kristiani
7. Mazhab Paska-Soeharto
B.
Saran
Dari
makalah yang kami susun diatas, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. kami
berharap semoga makalah ini dapat membantu pembaca memahami tentang sistematika
sejarah filsafat. Kami menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna, karena
kesempurnaan hanya milik Allah semata dan kekurangan hanya milik manusia. Untuk
itu, kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca supaya kami
dapat menulis karya ilmiah yang lebih baik lagi.
Daftar
Pusataka
Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, Psi., Pengantar Filsafat, 2006, Bandung, PT Refika
Aditama.
Drs. Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,
2005, Jakarta, PT Bumi Aksara.
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, 2005, jakarta,
Bumi Aksara.
Filsafat Indonesia, https://id.wikipedia.org/wiki/filsafat_Indonesia diakses pada tanggal 14 maret 2016.
[1]
Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, Psi., Pengantar
Filsafat, 2006, Bandung, PT Refika Aditama, hlm 47
[2] Prof.
Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, Psi., Pengantar
Filsafat, 2006, Bandung, PT Refika Aditama, hlm 52
[3] Drs.
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,
2005, Jakarta, PT Bumi Aksara, hlm 157
[4] Drs.
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,
2005, Jakarta, PT Bumi Aksara, hlm 161
[5]
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat,
2005, jakarta, Bumi Aksara, hlm 204-205
[7] Pemikiran Filsafat Indonesia,https://satwikobudiono.wordpress.com/2013/05/07/pemikiran-filsfat-indonesia/.
No comments:
Post a Comment