Friday, 2 December 2016

Sistematika Sejarah Filsafat

BAB I
PENDAHULUAN
       A. Latar Belakang Masalah
Membahas tentang filsafat, tentu tak lepas dari sejarah, khususnya dalam dunia filsafat itu sendiri, maka dengan otomatis akan membawa kita dalam pembahasan sejarah dan perkembangan filsafat. Sebenarnya akan sangat luas jika kita membahas semua tentang sejarah filsafat, maka dari itu, disini kita akan mencoba memaparkan tentang sejarah filsafat sejarah filsafat secara singkat, tanpa harus meninggalkan informasi penting di dalamnya.
Sejarah filsafat merupakan metode yang terkenal dan banyak digunakan orang dalam mempelajari filsafat, bahkan merupakan metode yang sangat penting dalam mempelajari filsafat. Tidak sekedar metode belajar filsafat, sejarah filsafat pun merupakan subject matter tersendiri. Dengan kata lain, sejarah filsafat bukan sekedar suatu wacana rangka membahas sesuatu apapun. Sejarah filsafat meskipun dianggap sebagai bahan pengetahuan tersendiri, pada dasarnya sejarah filsafat yang disajikan merupakan alat untuk mengenal filsafat pada umumnya.
Dalam makalah ini kita akan membahas tentang filsafat barat, filsafat india dan filsafat Tionghoa. Semoga dengan adanya makalah ini dapat lebih memberi pngetahuan tentang dunia filsafat dengan lebih baik.

      B. Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan sistematika sejarah filsafat?
2.      Bagaimana sejarah filsafat di Barat?
3.      Apa yang dimaksuk dengan filsafat Indonesia ?
4.      Mazhab pemikiran apa saja yang ada di Indonesia ?

       C. Tujuan
1.      Untuk mengetahui sistematika sejarah filsafat dengan baik dan benar.
2.      Untuk mengetahui sejarah filsafat di Barat
3.      Untuk mengetahui filsafat Indonesia yang baik dan benar.
4.      Untuk mengetahui mazhab-mazhab pemikiran yang ada di Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN
      A. Pengertian Sistematika Sejarah Filsafat
Sistematika filsafat adalah susunan aturan tentang filsafat yang telah disusun atau ditulis.
Sedangka sejarah filsafat adalah penyelidikan ilmiah mengenai perkembanngan pemikiran filsafat dari seluruh bangsa manusia dalam sejarah.
Jadi dapat diartikan bahwa sistematika sejarah filsafat adalah susunan penyelidikan ilmiah mengenai perkembanngan pemikiran filsafat dari seluruh bangsa manusia dalam sejarah.

      B. Sejarah Filsafat
1.      Zaman Filsafat Yunani Kuno
Filsafat lahir di Yunani diperkirakan pada abad ke-6 SM. Zaman Yunani kuno meliputi zaman filsafat pra-socrates di Yunani. Mereka mencari unsur induk (arche) yang dianggap asal dari segala sesuatu. Tokoh-tokohnya dikenal dengan nama filsuf pertama atau filsuf alam. Menurut Thales, arche itu air, anaximandros berpendapat arche itu yang tak terbatas, anaximedes arche itu udara, Pythagoras arche itu ilangan, Heraklitos arche itu api, ia juga berpendapat bahwa segala sesuatu itu terus mengalir. Permanedes mengatakan bahwa segala sesuatu itu tetap, tidak bergerak.
Menurut K. Bertens ada tiga faktor yang  seakan-akan mempersiapkan lahirnya filsafat di Yunani, yaitu:
a.       Pada bangsa Yunani, seperti pada bangsa-bangsa sekitarnya, terdapat suatu mitologi yang kaya serta luas.
b.      Kesusasteraan Yunani
Dua karya puisi Homeros yang berjudul Ilias dan Odyssea  mempunyai kedudukan istimewa dalam kesusateraan Yunani. Syair-syair dalam karya tersebut sudah lama digunakan sebagai semacam buku pendidikan untuk rakyat Yunani.
c.       Pengaruh Ilmu Pengetahuan sudah terdapat di timur kuno
Orang Yunani tentu berakal budi kepada bangsa lain dalam menerima beberapa unsur ilmu pengetahuan.

2.      Zaman Keemasan Filsafat Yunani
Zaman ini ditandai oleh sejumlah nama besar yang sampai sekarang tidak pernah dilupakan oleh kalangan pemikir, termasuk pemikir masa kini yang berbeda pendapat sekalipun.[1] Tokohnya adalah Protagoras. Pemahamannya memperlihatkan sifat-sifat relativisme, atau kebenaran bersifat relatif, tidak ada kebenaran yang tetap dan definitif.

3.      Masa Helinstis dan romawi
Pada zaman Alexander Agung (359-323 SM) sebagai kaisar Romawi dari Macedonia dengan kekuatan militer yang besar menguasai Yunani, Mesir, Hingga Syria. Pada masa itu berkembang sebuah kebudayaan trans nasional yang disebut kebudayaan Hellinistis, karena kekuasaan Romawi dengan ekspansi yang luas membawa kebudayaan Yunani tidak terbatas lagi pada kota-kota Yunani saja, tetapi mencakup juga seluruh wilayah yang ditaklukkan Alexander Agung. Bidang filsafat, di Athena tetap merupakan suatu pusat yang penting, tetapi berkembang pula pusat-pusat intelektual lain, terutama kota Alexandria. Jika akhirnya ekspansi Romawi meluas sampai ke wilayah Yunani, itu tidak berarti kesudahan kebudayaan dan filsafat Yunani, karena kekaisaran Romawi pun pintu di buka lebar untuk menerima warisan kultural Yunani.

Pada masa ini muncul beberapa aliran :
a.       Stoisisme
Menurut paham ini, jagad raya ditentukan oleh kuas-kuas yang disebut logos. Oleh karena itu, segala kejadian berlangsung menurut ketetapan yang tidak dapat dihindari.
b.      Epikurisme
Segala sesuatu terdiri atas atom-atom yang senantiasa bergerak. Manusia akan bahagia jika mau mengakui susunan dunia ini dan tidak boleh takut pada dewa-dewa.
c.       Skeptisisme
Mereka berfikir bahwa bidang teoretis manusi tidak sanggup mencapai kebenaran. Sikap umum mereka adalah kesangsian.
d.      Eklektisisme
Suatu kecenderungan umum yang mengambil berbagai unsur, filsafat dari aliran-aliran lain tanpa berhasil mencapai suatu pemikiran yang sungguh-sungguh.


e.       Neo platonisme
Yakni paham yang igin menghidupkan kembali filsafat plato. Tokohnya adalah Plotinus.

4.      Zaman Abad Pertengahan
Abad Pertengahan ditandai dengan tampilnya para teolog di lapangan ilmu pengetahuan. Para ilmuwan pada masa ini hampir semua adalah para teolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah ancilla theologia atau abdi agama. Namun demikian harus diakui bahwa banyak juga temuan dalam bidang ilmu yang terjadi pada masa ini.

Periode ini mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan ini terutama terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama Kristen yang diajarkan oleh Nabi Isa as. Pada permulaan abad Masehi membawa perubahan besar terhadapkepercayaan agama.
Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua:
a.       Golongan yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani merupakan pemikiran orang kafir karena tidak mengakui wahyu.
b.      Menerima filsafat Yunani ynag mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan maka kebijaksanaan manusia berarti pula kebijakan yang datangnya dari Tuhan. Mungkin akal tidak mencapai kebenaran yang sejati. Oleh karena itu, akal dapat dibantu oleh wahyu.
Filsafat pada zaman abad pertengahan mengalami dua peride:
i.     Periode patristik
Istilah pratistik berasal dari kata latin Prates yang berarti bapak lingkungan Gereja.[2] Bapak yang mengacu pada pujangga kristen, mencari jalan menuju teologi kristiani, melalui peletakan dasar intelektual untuk agama Kristen.
Periode ini mengalami dua tahap[3] :
-            Permulaan agama kristen. Setelah mengalami berbagai kesukaran terutama mengenai filsafat Yunani,maka agama kristen memantapkan diri. Keluar memperkuat Gereja dan ke dala menetapkan dogma-dogma.
-            Filsafat Agustinus yang merupaka seorang ahli filsafatyang terkenal pada masa patristik.
ii.   Periode skolastik
Periode ini berlangsung dari tahun 800-1500 SM. Periode ini dibagi menjadi tiga tahap :
-    Periode skolastik awal
Periode ini berlangsng pada abad ke-19-12. Ditandai oleh pembentukan metode yang lahir arena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah persoalan tentang universalia.
-    Periode puncak perkembangan skolastik.
Periode ini berlangsung pada abad ke-13. Ditandai oleh keadaan yang dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat arab dan Yahudi. Puncak perkembangan pada Thomas Aquinas.
-    Periode skolastik akhir.
Periode ini terjadi pada abad ke-14-15. Ditandai dengan pemikiran kefilsafatan yang berkembang ke arah nominalisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya suatu hal.

5.      Zaman Modern.
          Zaman modern dimulai dengan masa renaissance yang berarti kelahiran kembali, yaitu zaman peralihan ketika kebudayaan Abad Pertengahan mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern.  Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama. Manusia pada zaman ini adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas. Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur tangan ilahi.
Latar belakang dan implikasi dari renaissance itu adalah sebagai berikut
a.      Pudarnya kekuasaan politik dan kekuasaan spiritual yang mengakibatkan lahirnya cita-cita semangat pembaruan dan pembebasan.
b.      Berkembangnya jiwa dan semangat individualisme.
c.      Pertentangan antara universalia dan individualia berakhir dengan kemenangan individualia. Hal ini akan menimbulkan akibat-akibat sebagai berikut :
-    warga masyarakat tidak lagi menerima dogma/agama yang digambarkan ada di tangan pada masing-masing diri manusia.
-    Pandangan yang bercorak substansialistis dan metode pendekatan ilmiah secara deduktif, dikalahkan oleh metode-metode induktif dan empiris untuk menemukan kebenaran-kebenaran individual.
d.     Timbulnya rasa keanggaan terhadap harta dan derajat manusia.
Zaman modern ditandai dengan munculnya rasionalisme Rene Descartes, B. Spinoza, dan G. Libniz. Mereka menekankan pentingnya rasio atau akal budi manusia.

6.      Masa kini
      Filsafat masa kini atau filsafat abad ke-20 dan seterusnya disebut juga filsafat kontemporer. Fisikawan abad ke-21 adalah Albert Einstain menyatakan bahwa alam itu tidak terhingga besarnya dan tidak terbatas, tetapi juga tidak berubah status totalitasnya atau bersifat statis dari waktu ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan materi. Ini berarti bahwa alam semesta itu bersifat kekal, atau dengan kata lain tidak mengakui adanya penciptaan alam. Di samping teori mengenai fisika, teori alam semesta, dan lain-lain, Zaman Kantemporer ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang rrrengalami kemaj uan sangat pesat. Mulai dari penemuan komputer, berbagai satelit komunikasi, internet, dan sebagainya. Ciri khas pemikiran filsafat ini adalah desentralisasi manusia karena pemikiran filsafat abad ke 20 ini memberikan perhatian yang khusus kepada bidang bahasa dan etika sosial.
a.      Positivisme
Positivisme mulai pada filsuf A, comte. A. Comte menyatakan bahwa pemikiran setiap manusia, pemikiran setiap ilmu, dan pemikiran suku bangsa manusia pada umumnya melewati tiga tahap, yaitu:
-Tahap theologis yaitu tingkat pemikiran manusia bahwa semua jiwa mempunyai jiwa dan disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada diatas manusia.
-Tahap metafisis yaitu tahap manusia menganggap setiap gejala terdapat kekuatan dan bisa dibuktikan.
-Tahap positiv-ilmiah yaitu tahap manusia yang mulai berpikir secara ilmiah.

b.      Marxisme
Pemikiran Karl Marx ditunjukkan dengan materialisme dialektis dan materialisme historis.
         Dalam ajaran mengenai materialisme dialektis bahwa kenyataan kita akhirnya hanya terdiri atas materi yang berkembang melalui suatu proses dialektis (tesa-antiesa-sintesa).
Pada ajaran materialisme historis, pikiran dasarny adalah bahwa arah yang ditempuh sejarah sama sekali ditentukan atau di determinir oleh perkembangan sarana produksi yang materiil.

c.      Eksistensialisme
         Eksistensialisme adalah filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal kepada eksistensi. Pada umumnya kata eksistensi berarti keberadaan, tapi dala filsafat eksistensialisme ungkapan eksistensi mempunyai arti khusus, eksistensi adalah cara manusia berada dalam dunia.
         Kata eksistensi berasal dari kata eks (keluar) dan sistensi, yang diturunkan dari kata sisti (berdiri, menempatkan). Oleh karena itu kata eksistensi diartikan manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya. Manusia sadar bahwa dirinya ada.[4]
Ada dua aliran yang penting[5] :
-       Eksistensialisme tertutup membatasi pandangannya pada gambaran manusia yang bercerai berai tanpa trancendetia, atheistis dan pesimisme
-       Eksistensialisme terbuka mengakui trancendetia, berada-ada artinya, hati terbuka bagi rahasia realitas.
-        
d.     Fenomenology
         Kata fenomenology berasal dari kata Yunani fenomenon yaitu sesuatu yang tampak, yang terlihat karena bercahaya, yang di dalam bahasa Indonesia menurut “gejala”. Jadi, fenomenology adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena, atau gejala sesuatu yang menampakkan diri.
e.      Paragmatisme
         Paragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.

f.        Neo-kantianisme dan Neo-tomisme
         Neo-kantianisme berkembang terutama di Jerman. Filsafat dalam aliran ini dianggap sebagai epistemologi dan kritik ilmu pengetahuan. Tokoh-tokoh terpenting adaklah E. Cassirer, H. Rickert, H. Vaihinger. Neo-tomisme
Berkembang di dunia Katholik di banyak neara di Eropa dan di Amerika.

      C. Filsafat di Indonesia
            Filsafat Indonesia adalah sebutan yang digunakan untuk menggambarkan tradisi kefilsafatan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Para pengkaji Filsafat Indonesia mendefinisikan kata 'Filsafat Indonesia' secara berbeda, dan itu menyebabkan perbedaan dalam lingkup kajian Filsafat Indonesia. M. Nasroen tidak pernah menjelaskan definisi kata itu. Ia hanya menyatakan bahwa 'Filsafat Indonesia' adalah bukan Barat dan bukan Timur, Sunoto mendefinisikan 'Filsafat Indonesia' sebagai kekayaan budaya bangsa kita sendiri yang terkandung di dalam kebudayaan sendiri, sementara Parmono mendefinisikannya sebagai pemikiran-pemikiran yang tersimpul di dalam adat istiadat serta kebudayaan daerah. Sumardjo mendefinisikan kata 'Filsafat Indonesia' sebagai pemikiran primordial atau pola pikir dasar yang menstruktur seluruh bangunan karya budaya. Biasanya orang Indonesia memanggil filsuf-filsuf mereka dengan sebutan budayawan. Karena itu, menurut para penulis tersebut, lingkup Filsafat Indonesia terbatas pada pandangan-pandangan asli dari kekayaan budaya Indonesia saja.[6]

Menurut M. Nasroen, Filsafat Indonesia berdasarkan pada 3 unsur[7]:
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa.
      Ketuhanan Yang Maha Esa adalah salah satu sila yang terdapat dalam Pancasila yang menjadi dasar Negara Indonesia. Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan penyempurnaan keyakinan bangsa Indonesia. Keyakinan bangsa Indonesia berawal dari kepercayaan kepada nenek moyang, animisme, politheisme, hingga monotheisme, seperti Islam dan Kristen. Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar filsafat. Seorang beragama tidak mungkin berfilsafat tidak berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Filsafat yang tidak berdasarkan agama adalah salah.

2.      Kekeluargaan.
      Keluarga adalah satu kesatuan yang konkret dan amat kokoh yang diikat dan disatukan oleh prinsip yang khusus, seperti ikatan kasih mengasihi, rela berkorban, toleransi dan lain sebagainya.

3.      Rasio
      Dalam filsafat Indonesia sebagai ilmu pengetahuan, tentu rasio tetap mempunyai peranan dan kedudukan utama. Namun, pemakaiannya berlainan dengan apa yang terdapat pada filsafat pada umumnya. Pemakaian rasio murni hanya dapat dijalankan dalam bidang filsafat teoritis, yaitu logika dan matematika. Dalam bidang ini, rasio harus mengikutsertakan tenagaga-tenaga lain yang terdapat dalam diri manusia, seperti rasa dan keyakinan.
          Ada 7 mazhab pemikiran yang berkembang di Indonesia. Kategorisasi mazhab didasarkan pada tiga hal: pertama, didasarkan pada segi keaslian yang dikandung suatu mazhab filsafat tertentu seperti pada 'mazhab etnik'; kedua, pada segi pengaruh yang diterima oleh suatu mazhab filsafat tertentu seperti 'mazhab Tiongkok', 'mazhab India', 'mazhab Islam', 'mazhab Kristiani', dan 'mazhab Barat', dan ketiga, didasarkan pada kronologi historis seperti 'mazhab paska-Soeharto'.[8]
1.      Mazhab Etnik
         Mazhab ini mengambil filsafat etnis Indonesia sebagai sumber inspirasinya. Asumsi utamanya ialah mitologi, legenda, cerita rakyat, cara suatu kelompok etnis membangun rumahnya dan menyelenggarakan upacara-upacaranya, sastra yang mereka hasilkan, epik-epik yang mereka tulis, semuanya melandasi bangunan filsafat etnis tersebut. ‘Filsafat’ ini tidak dapat berubah; ia senantiasa sama, dari awal-mula hingga akhir dunia, dan ia senantiasa merupakan ‘Yang Baik’.
Mazhab ini melestarikan filsafat-filsafat etnis Indonesia yang asli, karena filsafat-filsafat itu telah dianut erat oleh anggota etnis sebelum mereka berhubungan dengan tradisi-tradisi filosofis asing yang datang kemudian.
Kebanyakan tokoh mazhab ini berasumsi bahwa orang Indonesia kontemporer berada pada posisi ‘buta’ terhadap nilai-nilai asli mereka. Jakob Sumardjo, misalnya, berpandangan bahwa banyak orang Indonesia sekarang yang lupa melestarikan nilai-nilai asli mereka dan lupa masa lalu, lupa asal mula, mereka seperti orang hilang ingatan yang mengabaikan sejarah nasional mereka sendiri. Akibatnya, mereka terasingkan dan teralienasi dari budaya sendiri. Menurut Jacob, gagalnya kebijakan pendidikan Indonesia disebabkan oleh kebutaan terhadap budaya asli Indonesia. Misi penting dari mazhab filsafat ini ialah menggali, mengingat, dan menghidupkan-kembali nilai-nilai etnis yang asli karena nilai merupakan ‘ibu’, sedangkan manusia ialah ‘bapak’ keberadaan (balita ialah bapak manusia). Beberapa pandangan filsosofis yang dianut mazhab ini, yaitu adat, mitos asal mula pantun, pepatah, dan struktur sosial adat. 

2.      Mazhab Tiongkok
Para filsuf etnik masih menganut filsafat-filsafat mereka yang asli hingga kedatangan migrant-migran Tiongkok antara tahun 1122-222 SM. yang membawa-serta dan memperkenalkan Taoisme dan Konfusianisme kepada mereka. Dua filsafat asing itu bersama filsafat-filsafat lokal saling bercampur dan berbaur; begitu tercampurnya, sehingga filsafat-filsafat itu tak dapat lagi dicerai-beraikan. Salah satu dari sisa baurnya filsafat-filsafat tadi, yang hingga kini masih dipraktikkan oleh semua orang Indonesia, adalah ajaran hsiao dari Konghucu (bahasa Indonesia, menghormati orangtua). Ajaran itu menegaskan bahwa seseorang harus menghormati orangtuanya melebihi apapun. Ia harus mengutamakan orangtuanya sebelum ia mengutamakan orang lain.
Mazhab Tiongkok kelihatan eklusif, karena semata banyak dikembangkan oleh sedikit anggota etnis Tiongkok di Indonesia. Meskipun demikian, filsafat yang disumbangkan oleh mazhab ini bagi tradisi kefilsafatan di Indonesia, sangat penting. Sun Yat-senisme, Maoisme, dan Neo-maoisme merupakan filsafat-filsafat penting yang menyebar-luas seantero Indonesia pada awal 1900-an, bersamaan dengan pertumbuhan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Filsuf-filsuf utama dari mazhab ini, di antara yang lainnya, adalah: Tjoe Bou San, Kwee Hing Tjiat, Liem Koen Hian, Kwee Kek Beng, dan Tan Ling Djie.

3.      Mazhab India
Pembauran atau difusi filsafat-filsafat terus berlanjut bersamaan dengan kedatangan kaum Brahmana Hindu dan penganut Buddhisme dari India antara tahun 322 SM-700 M. Mereka memperkenalkan kultur Hindu dan kultur Buddhis kepada penduduk asli, sementara penduduk asli meresponinya dengan menyintesa dua filsafat India itu menjadi satu versi baru, yang terkenal dengan sebutan Tantrayana. Ini jelas tercermin pada bangunan Candi Borobudur oleh Dinasti Sailendra pada tahun 800-850 M. Rabindranath Tagore, seorang filsuf India yang mengunjungi Borobudur pertama kalinya, mengakui candi itu sebagai candi yang tidak-India, karena relik-relik yang dipahatkan padanya merepresentasikan pekerja-pekerja lokal yang berbusana gaya Jawa asli. Ia juga mengakui bahwa tarian-tarian asli Jawa yang terilhami dari epik-epik India tidak menyerupai tarian-tarian India, meskipun tarian-tarian dua negeri tersebut bersumber dari sumber yang sama.
konghucu dan Buddhisme—dua filsafat yang saling berlawanan di India—bersama-sama dengan filsafat Jawa asli dapat didamaikan di Indonesia oleh kejeniusan Sambhara Suryawarana, Mpu Prapanca, dan Mpu Tantular.

4.      Mazhab Islam
10-abad proses Indianisasi ditantang oleh kedatangan Sufisme Persia, dan Sufisme mulai mengakar dalam perbincangan kefilsafatan sejak awal tahun 1400-an hingga seterusnya. Perkembangan Sufisme itu dipicu oleh berdirinya kerajaan-kerajaan dan kesultanan-kesultanan Islam yang masif di Indonesia. Raja-raja dan sultan-sultan seperti Sunan Giri, Sunan Gunungjati, Sunan Kudus, Sultan Trenggono, Pakubuwana II, Pakubuwana IV, Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan ‘Alauddin Ri’ayat Syah, Engku Haji Muda Raja Abdullah Riau hingga Raja Muhammad Yusuf adalah raja-sufi; mereka mempelajari Sufisme dari guru-guru Sufi terkemuka.
Sufisme di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua kelompok: Ghazalisme dan Ibn Arabisme. Ghazalisme utamanya terinspirasi oleh ajaran-ajaran Al-Ghazali, sedangkan Ibn Arabisme dari doktrin-doktrin Ibn Arabi. Sufi-sufi dari jalur Al-Ghazali adalah seperti Nuruddin Al-Raniri, Abdurrauf Al-Singkeli, Abd al-Shamad Al-Palimbangi, dan Syekh Yusuf Makassar, sementara yang dari jalur Ibn Arabi adalah Hamzah Al-Fansuri, Al-Sumatrani, Syekh Siti Jenar, dan lain-lain.

5.      Mazhab Barat
Sejak pemerintah kolonial Belanda di Indonesia menerapkan ‘Politik Hati Nurani’ (Politik Etis) pada awal tahun 1900-an, lembaga-lembaga pendidikan bergaya Belanda menjamur dimana-mana dan terbuka untuk anak-anak pribumi dari kelas-kelas feudal, yang hendak bekerja di lembaga-lembaga kolonial. Sekolah-sekolah berbahasa Belanda itu mengajarkan Filsafat Barat sebagai mata-pelajarannya. Misalnya, Filsafat Pencerahan—filsafat yang diajarkan secara amat terlambat di Indonesia, setelah 5 abad kemunculannya di Eropa. Banyak alumni sekolah tersebut yang melanjutkan studi mereka di universitas-universitas Eropa. Mereka lantas muncul sebagai kelompok elit baru di Indonesia yang merupakan generasi pertama intelligentsia bergaya Eropa, yang kelak menganut Filsafat Barat untuk menggantikan filsafat etnik mereka yang asli.
Filsafat Barat mengilhami banyak lembaga sosio-politis Indonesia modern. Pemerintahan republik Indonesia, konstitusinya serta distribusi kekuasaan (distribution of power), partai politik dan perencanaan ekonomi nasional jangka-panjang, semuanya dilakukan atas model Barat. Bahkan ideologinya ``Pancasila’’ (Yang telah diciptakan oleh Soekarno atau yang kemudian disalahgunakan oleh Soeharto), terinspirasi dari ideal-ideal Barat tentang humanisme, demokrasi-sosial, dan sosialisme nasional Nazi Jerman, seperti yang nampak dalam pidato-pidato anggota Badan Pemeriksa Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tahun 1945. Fakta ini menggiring pada kesimpulan, bahwa ‘Indonesia Modern’ dibangun di atas cetak-biru Barat.
Sangat menarik untuk diamati, bahwa meskipun elit itu menganut Filsafat Barat sepenuh hati, mereka masih merasa perlu mengadaptasikan filsafat itu kepada kegunaan dan situasi Indonesia yang kontemporer dan kongkrit. Misalnya, Soekarno, yang mengadaptasi demokrasi Barat dengan situasi rakyat Indonesia yang masih berjiwa feudalistik, sehingga ia menciptakan apa yang kemudian disebut Demokrasi Terpimpin. D.N. Aidit dan Tan Malaka mengadaptasikan Marxisme-Leninisme dengan situasi Indonesia dan Sutan Syahrir yang mengadaptasikan Demokrasi-Sosial dengan konteks Indonesia.

6.      Mazhab Kristiani
Bersama-sama dengan pencarian kapitalis Barat akan koloni-koloni di Timur, ajaran Kristen mendatangi pedagang-pedagang Indonesia pada pertengahan abad. Pertama-tama yang datang ialah pedagang-pedagang Portugis, lalu kapitalis-kapitalis Belanda yang berturut-turut menyebarkan ajaran Katolik dan ajaran Calvin. Fransiskus Xaverius, pewarta Katolik pertama dari Spanyol yang menumpang kapal Portugis, menerjemahkan Credo, Confession Generalis, Pater Noster, Ave Maria, Salve Regina, dan Sepuluh Perintah Tuhan ke bahasa Melayu antara tahun 1546-1547, yang melaluinya ajaran Katolik dapat disebar-luaskan kepada penduduk Hindia Belanda. Gereja-gereja Katolik pun didirikan dan penganut Katolik Indonesia berjejalan, namun tak lama kemudian para pastor Katolik diusir dan umatnya dipaksa untuk pindah ke Kalvinisme oleh penganut-penganut Kalvin Belanda yang datang ke Indonesia pada sekitar tahun 1596. Gereja Reformasi Belanda (Nederlandse Hervormde Kerk) didirikan sebagai gantinya. Jan Pieterszoon Coen, salah seorang Gubernur-Jenderal VOC tahun 1618, adalah contoh dari penganut Kalvinis yang saleh. Ia mendudukkan semua pewarta Kalvinis (yang dalam bahasa Belanda disebut Ziekentroosters di bawah kendalinya.
Sekolah-sekolah Katolik bergaya Portugis-Hispanik dan lembaga-lembaga pendidikan Kalvinis bergaya Belanda terbuka untuk penduduk Hindia Belanda. Tidak hanya diajarkan teologi di dalamnya, tapi juga Filsafat Kristen (Christian Philosophy). Satu sekolah lalu menjadi beribu-ribu jumlahnya. Hingga kini masih ada dan terus ada universitas-universitas swasta Katolik dan Protestan yang mengajarkan Filsafat Kristen di dalamnya. Misioner-misioner dan pewarta-pewarta Injil dari Barat yang telah bertitel Master dalam bidang filsafat dari universitas Eropa, berdatangan untuk memberikan kuliah pada universitas Kristen Indonesia. Dari universitas-universitas tersebut keluarlah banyak lulusan yang menguasai Filsafat Kristen, seperti Leo Kleden, Nico Syukur Dister, J.B. Banawiratma, Franz Magnis-Suseno, Paulus Budi Kleden, Ignaz Kleden, Kondrat Kebung, Robert J. Hardawiryana, Y.B. Mangunwijaya, TH. Sumartana, Martin Sinaga, dan lain-lain. Di Sumatera Utara, Sekolah Katolik yang berpengaruh terhadap perkembangan filsafat adalah Sekolah Tinggi Filsafat Teologi St. Yohanes Sinaksak Pematangsiantar. Adelbert Snijder adalah guru besar di sekolah tersebut, dan dikenal sebagai filsuf metafisika. Ungkapan yang terkenal dari dia adalah: "Seluas Segala Kenyataan'.
Di Indonesia timur, khususnya di Nusa Tenggara Timur, Filsafat sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan di wilayah tersebut. Di wilayah ini filsafat berkembang setelah masuknya misionaris Eropa SVD di wilayah itu dan mendirikan salah satu sekolah Tinggi filsafat di Maumere flores, NTT. Sekolah Tinggi itu adalah Sekolah Tinggi Filsafat Katolik / STFK Ledalero. Di sekolah ini keilmuan dalam bidang filsafat dikembangkan dengan berbagai pendekatan sosial. Dari sekolah ini banyak terlahir pemikir dan pengajar serta relawan kemanusiaan yang tersebar di hampir 300 negara di dunia. Di sekolah ini terdapat berbagai grup diskusi filsafat yang kemudian memberikan warna tersendiri bagi khasanah filsafat sebagai ilmu. Beberapa nama yang menjadi pelopor perkembangan filsafat di Ledalero adalah Fritz Braun, Joseph Pianezek, Leo Kleden, Paulus Budi Kleden, Kondrad Kebung dan Lain sebagainya.

7.      Mazhab Paska-Soeharto
Mazhab ini terutama mengedepan untuk mengritik kebijakan sosio-politik Soeharto selama masa kepresidenannya dari tahun 1966 hingga akhirnya tumbang pada 1998. Perhatian utama mereka ialah Filsafat Politik, yang misi utamanya ialah mencari alternatif-alternatif bagi rezim yang korup itu. Mazhab inilah yang berani menantang Soeharto, setelah ia berhasil membisukan semua filsuf lewat cara kekerasan. Sebelum kemunculan mazhab ini, telah ada beberapa orang yang mencoba melawan Soeharto di era 1970-an, namun mereka dipukul keras dalam insiden-insiden yang disebut sejarah sebagai Peristiwa ITB Bandung 1973 dan Peristiwa Malari 1974. Sejak praktik kekerasan itu, filsafat hanya dapat dipraktikkan dalam utopia; praksis dan inteleksi dipisahkan dari filsafat. Praksis dilarang, dan hanya penalaran yang mungkin bisa bertahan. Era Soeharto, dalam kacamata filsafat, dapat disebut sebagai ‘era candu filsafat’, dimana segala jenis dan segala mazhab filsafat dapat hidup tapi tak dapat dipraktikkan dalam kenyataan. Filsafat hanya menjadi ‘latihan akademis’ dan ditundukkan. Pancasila menjadi satu-satunya ideologi dan filsafat di era itu tentunya, Pancasila yang ditafsirkan menurut kepentingan Soeharto, bukan Pancasila BPUPKI 1945.
Dalam ‘lingkaran setan’ rezim Soeharto muncullah pemberani-pemberani yang kelak memutuskan mata-rantai lingkaran itu, dan mereka disebut disini sebagai ‘filsuf paska-Soeharto’, di antaranya seperti: Sri-Bintang Pamungkas, Budiman Sudjatmiko, Muchtar Pakpahan, Sri-Edi Swasono, dan Pius Lustrilanang


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
a.       Sistematika sejarah filsafat adalah susunan penyelidikan ilmiah mengenai perkembanngan pemikiran filsafat dari seluruh bangsa manusia dalam sejarah.

b.      Periodesasi filsafat barat meliputi:
1.    Zaman Filsafat Yunani Kuno
2.    Zaman Keemasan Filsafat Yunani
3.    Masa Helinstis dan romawi
a.    Stoisisme
b.    Epikurisme
c.    Skeptisisme
d.   Eklektisisme
e.    Neo platonisme
4.    Zaman abad pertengahan
5.    Zaman Modern.
6.    Masa kini
a.    Positivisme
b.    Marxisme
c.    Eksistensialisme
d.   Fenomenology
e.    Paragmatisme
f.     Neo-kantianisme dan Neo-tomisme
c.    Filsafat Indonesia adalah sebutan yang digunakan untuk menggambarkan tradisi kefilsafatan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia.

d.   Mazhab pemikiran yang ada di Indonesia:
1.    Mazhab etnik
2.    Mazhab Tiongkok
3.    Mazhab India
4.    Mazhab Islam
5.    Mazhab Barat
6.    Mazhab Kristiani
7.    Mazhab Paska-Soeharto



B.            Saran
Dari makalah yang kami susun diatas, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. kami berharap semoga makalah ini dapat membantu pembaca memahami tentang sistematika sejarah filsafat. Kami menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah semata dan kekurangan hanya milik manusia. Untuk itu, kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca supaya kami dapat menulis karya ilmiah yang lebih baik lagi.


Daftar Pusataka
Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, Psi., Pengantar Filsafat, 2006, Bandung, PT Refika Aditama.

Drs. Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, 2005,  Jakarta, PT Bumi Aksara.

Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, 2005, jakarta, Bumi Aksara.

Filsafat Indonesia, https://id.wikipedia.org/wiki/filsafat_Indonesia diakses pada tanggal 14 maret 2016.








[1] Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, Psi., Pengantar Filsafat, 2006, Bandung, PT Refika Aditama, hlm 47

[2] Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, Psi., Pengantar Filsafat, 2006, Bandung, PT Refika Aditama, hlm 52
[3] Drs. Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, 2005,  Jakarta, PT Bumi Aksara, hlm 157
[4] Drs. Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, 2005,  Jakarta, PT Bumi Aksara, hlm 161
[5] Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, 2005, jakarta, Bumi Aksara, hlm 204-205

[7] Pemikiran Filsafat Indonesia,https://satwikobudiono.wordpress.com/2013/05/07/pemikiran-filsfat-indonesia/.
[8] Filsafat Indonesia, https://id.wikipedia.org/wiki/filsafat_Indonesia

No comments:

Post a Comment